Selasa 30 Jan 2018 17:50 WIB

Kemenhub Minta Dunia Pelayaran Waspadai Cuaca Ekstrem

Perkiraan BMKG cuaca ekstrem terjadi hingga 3 Februari 2018.

Sebuah kapal nelayan menerjang ombak usai melaut di laut jawa, Tegal, Jateng, Jumat (27/1).
Foto: Antara/Okky Lukmansyah
Sebuah kapal nelayan menerjang ombak usai melaut di laut jawa, Tegal, Jateng, Jumat (27/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengeluarkan maklumat pelayaran untuk petugas lapangan, operator kapal, maupun masyarakat pengguna jasa transportasi laut. Mereka diminta mewaspadai cuaca ekstrem di perairan Indonesia khususnya tujuh hari ke depan.

Maklumat Pelayaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 12/I/DN-18 tanggal 29 Januari 2018 tentang waspada bahaya cuaca ekstrem dalam tujuh hari ke depan ditandatangani oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Captain Jhonny R Silalahi, demikian keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (30/1). "Maklumat Pelayaran tersebut memerintahkan kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terutama para Kepala Syahbandar Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), Kepala Kantor Pelabuhan Batam, para Kepala Pangkalan PLP dan Kepada Distrik Navigasi di seluruh Indonesia agar tetap mewaspadai  cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang masih terjadi di sebagian wilayah perairan Indonesia, khususnya dalam waktu tujuh hari ke depan," ujarnya.

Berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diperkirakan tujuh hari ke depan yaitu mulai 28 Januari sampai dengan 3 Februari 2018 akan terjadi cuaca ekstrem dan hujan lebat di beberapa perairan di Indonesia dengan tinggi gelombang antara 4,0 meter sampai dengan 7,0 meter. Cuaca ekstrem dengan tinggi gelombang 4,0 sampai dengan 6,0 meter dan hujan lebat akan terjadi peraiaran Selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Samudera Hindia Selatan Jawa Tengah, Selat Bali bagian selatan, Selat Badung, Perairan Selat Sumbawa, Samudera Hindia Selatan NTT, Perairan Selatan Kupang-P. Rote, Laut Timor Selatan NTT, Peraiaran Kep Babar, Peraiaran Kep. Sermata, Laut Arafuru.

"Tinggi gelombang antara 6,0 sampai dengan 7,0 meter akan terjadi di Samudera Hindia Selatan Jawa Timur, Samudera Hindia Selatan Bali dan NTB," ujar Captain Jhonny.

Untuk itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktur KPLP menginstruksikan seluruh Syahbandar untuk terus melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui laman www.bmkg.go.id serta menyebarluaskan hasil pemantauan. Caranya dengan membagikan kepada para pengguna jasa serta memampangkannya di terminal-terminal atau tempat embarkasi dan debarkasi penumpang kapal.

"Apabila kondisi cuaca membahayakan keselamatan kapal, Syahbandar harus menunda pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sampai kondisi cuaca di sepanjang perairan yang akan dilayari benar-benar aman", jelas Captain Jhonny.

Selain itu, kepada seluruh operator kapal khususnya para nakhoda agar melakukan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum kapal berlayar dan melaporkan hasilnya kepada Syahbandar saat mengajukan permohonan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Selama pelayaran di laut tersebut, nakhoda wajib melakukan pemantauan kondisi cuaca setiap enam jam dan melaporkan hasilnya kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat serta dicatatkan ke dalam log-book.

"Jika kapal dalam pelayaran mendapat cuaca buruk, kapal tersebut harus segera berlindung di tempat yang aman dan segera melaporkannya kepada Syahbandar dan Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca, kondisi kapal serta hal penting lainnya," ujarnya. Selanjutnya, dia menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Kepala Distrik Navigasi untuk tetap mensiap-siagakan kapal-kapal Negara (Kapal Patroli/Kapal Perambuan) dan segera memberikan pertolongan jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kapal.

"Kepala SROP dan nakhoda kapal megara diimbau untuk selalu melakukan pemantauan dan penyeberluasan kondisi cuaca dan berita marabahaya. Dan apabila terjadi kecelakaan di laut maka Kepala SROP dan Nakhoda kapal harus segera berkoordinasi dengan Pangkalan PLP untuk selanjutnya dapat melaporkan kejadian tersebut kepada Pos Komando Pengendalian dan Operasional Poskodalops serta Kantor Pusat Ditjen Hubla," ujarnya.

Dengan dikeluarkannya Maklumat Pelayaran ini diharapkan seluruh jajaran Ditjen Hubla khususnya para petugas di lapangan dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran serta mengantisipasi kecelakaan akibat cuaca esktrem.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement