REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan segera melakukan reformulasi penghitungan tarif listrik untuk golongan nonsubsidi. Wakil Ketua Umum Kadin Benny Soetrisno berharap, perubahan formula penghitungan itu tidak berujung pada naiknya tarif listrik.
Sebab, kenaikan tarif listrik dipastikan akan membawa efek negatif pada dunia usaha. "Dampaknya dapat menurunkan daya saing industri manufaktur," ujarnya, saat dihubungi Republika, Selasa (30/1).
Menurut Benny, komponen biaya listrik memiliki kontribusi yang cukup besar pada seluruh biaya produksi. Untuk industri di sektor hulu, komponen biaya listrik memiliki porsi hingga 38 persen. Sementara, untuk industri hilir, komponen tarif listrik memberi kontribusi biaya sebesar 11 persen.
Lebih lanjut, Benny mengatakan, selain merugikan dunia usaha, kenaikan tarif listrik juga akan menurunkan daya beli masyarakat dan memacu tingkat inflasi.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM saat ini tengah menggodok formulasi baru penghitungan tarif listrik. Dalam formulasi baru nanti, pemerintah akan memasukkan komponen harga batu bara acuan (HBA). Dengan memasukkan komponen HBA, tarif listrik berpotensi naik.
Sebelumnya, penghitungan tarif listrik hanya ditentukan oleh Indonesia Crude Price, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta tingkat inflasi.