Jumat 26 Jan 2018 13:08 WIB

Bangunan Bertingkat Harus Didisain Tahan Gempa

Struktur bangunan teknis biasanya sudah memperhitungkan 2-2,5 kali zona gempa.

Konstruksi Sarang Laba-Laba dirancang tahan gempa.
Foto: Katama
Konstruksi Sarang Laba-Laba dirancang tahan gempa.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gempa yang terjadi di Selatan Kabupaten Lebak, Banten, dengan getarannya yang terasa hingga Jakarta, beberapa hari terakhir mengingatkan pada kondisi bangunan bertingkat di Ibu Kota. Ahli bangunan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Iwan Suprijanto mengatakan bangunan teknis atau gedung bertingkat di Jakarta dan kota-kota besar lainnya semestinya sudah dirancang tahan gempa.

"Apalagi di DKI sudah ada Tim Ahli Bangunan Gedung (TBIG) untuk memastikan seluruh bangunan apalagi bangunan bertingkat sudah memenuhi peraturan dan perundangan termasuk Undang-Undang Bangunan Gedung," kata Iwan, Jumat (26/1).

Iwan yang juga menjabat Direktur Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR mengatakan, struktur bangunan teknis biasanya sudah memperhitungkan 2 sampai 2,5 kali zona gempa. Dengan begitu, penghuni bangunan bertingkat di DKI Jakarta, apalagi bertingkat banyak, tidak perlu khawatir meskipun bangunan tersebut bergoyang saat terjadi gempa.

Pemprov DKI perlu memberikan sosialisasi dan edukasi kepada warganya agar tidak panik saat terjadi gempa di gedung bertingkat. Apalagi bila sampai berbondong-bondong melakukan evakuasi untuk keluar dari gedung.

"Mungkin bisa meniru masyarakat Jepang, saat terjadi gempa jusru berlindung di bawah meja atau perabotan keras lainnya tujuannya agar tidak tertimpa benda keras seperti langit-langit, lampu, tutup AC, dan lain sebagainya," kata Iwan.

Iwan mengingatkan sifat struktur beton yang fleksibel membuat bangunan bergoyang, justru hal tersebut aman karena bangunan tersebut mengikuti arah gempa. Yang dikhawatirkan justru interior bangunan seperti lampu, hiasan gantung, yang luput memperhitungkan zona gempa.

Sedangkan bangunan bukan teknis, banyak dijumpai rumah-rumah penduduk terutama di daerah yang pengendalian IMB-nya rendah. "Sehingga wajar saat terjadi gempa kemudian banyak bangunan yang mengalami kerusakan," jelas Iwan.

Iwan mengatakan, pemerintah daerah yang masuk dalam zona gempa aktif seharusnya lebih ketat dalam melakukan pengawasan bangunan baik teknis maupun bukan teknis. Tujuannya untuk menghindarkan terjadinya korban.

Menurut Iwan, saat ini banyak inovasi konstruksi tahan gempa baik yang dikembangkan swasta maupun Litbang Bangunan Kementerian PUPR. Seluruhnya sudah teruji baik dari segi kekuatan maupun nilai ekonomisnya.

Salah satunya yang sudah banyak diadopsi di Sumatra Barat dan Aceh adalah Konstruksi Sarang Laba-Laba yang patennya dipegang PT Katama. Bahkan konstruksi karya anak bangsa ini sudah dikembangkan untuk penggunaan lapangan udara.

Meskipun demikian, menurut Iwan, apapun konstruksi yang akan dipilih untuk daerah gempa penting untuk melakukan perkuatan tanah sebelumnya. Kemudian yang juga harus diperhatikan adalah perkuatan pada struktur di atasnya.

Iwan mengaku investasi awal untuk bangunan tahan gempa memang sedikit lebih mahal, dibandingkan bangunan konvensional, akan tetapi juga harus dilihat pemeliharaan jangka panjang. Kalau semua itu diperhitungkan konstruksi tahan gempa justru lebih murah.

photo
Konstruksi Sarang Laba-Laba dirancang tahan gempa.

Sedangkan ahli gempa yang juga Ketua Harian Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)-RI, Sarwidi minta masyarakat yang tinggal di daerah gempa agar lebih mengenal fenomena alam ini. Gempa memang lebih sulit diprediksi daripada bencana banjir, longsor, maupun angin kencang.

Sarwidi mengatakan banyak masyarakat yang mendisain bangunannya seperti di Eropa berdinding tebal dan atap genteng, padahal di Eropa jarang terjadi gempa. Seharusnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah gempa memilih bahan bangunan yang ringan baik untuk dinding mapun atap.

Sarwidi mengakui konstruksi sarang laba-laba memang didisain untuk bangunan tahan gempa, namun peruntukannya pada bangunan bertingkat. Sedangkan untuk rumah tinggal biasa cukup dilakukan perkuatan-perkuatan agar lebih tahan gempa.

"Jadi ada beberapa pilihan bagi bangunan di daerah gempa, pertama dilakukan perkuatan apabila bangunan sudah terlanjur berdiri. Kemudian untuk bangunan baru dapat mengadopsi teknologi yang sudah ada. Kami ada beberapa teknologi tahan gempa dan sudah teruji untuk bangunan rumah tinggal," kata Sarwidi.

Salah satunya adalah Barrataga atau dikenal sebagai Sistem Rumah Tahan Gempa yang dikembangkan saat gempa melanda Yogyakarta di waktu lalu. "Disainnya sudah teruji sangat cocok diterapkan di rumah-rumah penduduk di daerah gempa," jelas dia.

Sarwidi mengatakan, pentingnya bagi pemerintah daerah yang berlokasi di daerah gempa aktif untuk melakukan penegakan hukum terhadap bangunan. Terutama untuk bangunan-bangunan baru agar tetap aman saat terjadi gempa.

Sarwidi juga menatakan pentingnya melakukan gerakan bersama melibatkan pemerintah, sektor usaha, dan masyarakat mengenai risiko bencana termasuk dalam hal ini gempa. Dalam artian saat bencana terjadi apa yang harus dllakukan, siapa dan harus melakukan apa, dan berbagai hal lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement