REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan upaya pihaknya yang diberi mandat oleh Presiden Joko Widodo untuk mencari alternatif pembiayaan proyek-proyek infrastruktur strategis nasional melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). Hasilnya, minat investor bergerak positif.
Bahkan menurutnya per Desember 2017 jumlah proyek dalam pipeline PINA mencapai 34 proyek infrastruktur yang terdiversifikasi dalam empat sektor.
Lanjut Bambang, keempat sektor tersebut adalah jalan tol, penerbangan, pembangkit dan transmisi listrik, serta pariwisata. Keempat proyek itu dengan total nilai proyek sebesar Rp 348,2 triliun atau USD 25, 79 milyar.
"Kementerian PPN/Bappenas juga telah melakukan beberapa hal strategis untuk mendorong iklim investasi melalui skema PINA menjadi lebih baik," jelas Bambang dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (24/1).
Sementara untuk aspek regulasi misalnya, Kementerian PPN/Bappenas terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu untuk melakukan relaksasi dan harmonisasi regulasi mengenai isu-isu terhadap instrument investasi baru. Koordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga dilakukan untuk membahas mengenai aturan pencatatan keuangan yang asimetris.
Kemudian untuk aspek tata memperkuat tata kelola dan regulasi, beberapa hal yang dilakukan seperti mengembangkan rencana strategis dan pedoman tata kelola yang baik untuk PINA serta melakukan riset dan studi mengenai hal-hal yang berkaitan untuk memperkuat fungsi dan peran PINA dalam skema pembiayaan investasi.
"Kita juga terus melakukan forum sosialisasi PINA dengan berbagai pemangku kepentingan dan berkoordinasi dengan berbagai asosiasi untuk menggalang potensial investee dan investor," tambah Bambang.
Bambang juga menjelaskan skema pembiayaan PINA didesain untuk mengisi kekurangan pendanaan proyek-proyek infrastruktur prioritas yang membutuhkan modal besar, namun tetap dinilai baik secara komersial. Untuk dapat menjalankan proyek-proyek ini, BUMN dan swasta pengembang infrastruktur harus memiliki kecukupan modal minimum.
Selama ini permodalan BUMN ditopang dan sangat bergantung kepada anggaran pemerintah melalui Penanaman Modal Negara (PMN). Saat ini, kata Bambang, ruang fiskal APBN semakin terbatas sehingga dibutuhkan sumber-sumber non-anggaran pemerintah dengan memanfaatkan dana kelolaan jangka panjang yang setengah menganggur seperti pada dana-dana pensiun dan asuransi baik dari dalam maupun luar negeri.
Pembiayaan infrastruktur dengan skema PINA sangat urgent dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN dan swasta dalam pembiayaan pembangunan. Menurut Bambang BUMN dan swasta dapat berperan dalam pemenuhan 58,7 persen atau sebesar Rp 2.817 triliun pada RPJMN 2015-2019, tutur Bambang.
Ali Mansur