Selasa 23 Jan 2018 13:52 WIB

Jokowi: Peningkatan Investasi Indonesia Kalah di ASEAN

Investasi Indonesia hanya naik 10 persen pada 2017

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Presiden Joko Widodo (kiri) menerima Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Toshihiro Nikai (kanan) di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/1).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kiri) menerima Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Toshihiro Nikai (kanan) di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia masih kalah bersaing dengan negara tetangga soal peningkatan investasi. Hal ini disampaikan Presiden saat membuka rapat kerja pemerintah Percepatan Pelaksanaan Berusaha di Daerah di Istana Negara, Selasa (23/12).

"Dengan negara-negara bersaing kita, terutama negara-negara di dekat-dekat kita, ya kita blak-blakan saja. Kita kalah. Kalah jauh," kata Presiden di hadapan para kepala daerah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/1).

Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dimilikinya, nilai investasi Indonesia hanya naik 10 persen pada 2017. Sementara itu, di India nilai investasinya naik hingga 30 persen dan Filipina melonjak hingga 38 persen, bahkan Malaysia mengalami peningkatan hingga 51 persen. "Kemudian kita banding-bandingin negara lain ada apa kok mereka berbondong-bondong ke sana tidak ke kita. Itu yang kita cek secara detail," ucapnya.

Menurut dia, faktor utama yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain dalam hal investasi yakni permasalahan regulasi. Jokowi mengatakan, tak sedikit regulasi di Indonesia yang justru memperumit para investor untuk menanamkan investasinya.

"Alasan nomor satu kita kalah bersaing, regulasi. Kita ini kebanyakan aturan-aturan, persyaratan-persyaratan,kebanyakan perizinan-perizinan yang masih berbelit. Sampai detik ini masih," kata dia.

Proses perizinan yang dibutuhkan oleh para investor baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah rata-rata memakan waktu yang cukup lama. Berdasarkan data dari BKPM, untuk proses perizinan pembangkit listrik di pusat membutuhkan waktu 19 hari. Sedangkan di daerah membutuhkan waktu yang jauh lebih lama, yakni 775 hari.

Di bidang pertanian, proses perizinan di pusat membutuhkan waktu 19 hari dan di daerah membutuhkan waktu hingga 726hari. Sedangkan di bidang perindustrian, dibutuhkan waktu hinga 143 hari untuk mengurus perizinan di pemerintah pusat. Sedangkan di daerah membutuhkan waktu hingga 529 hari.

Ia pun sempat menyampaikan rasa kekesalannya terhadap regulasi yang justru memperumit para investor dan menyebabkan tak sedikit investor yang membatalkan rencananya.

"Untuk pembangkit listrik, ini sejak awal saya jengkel urusan listrik ini. Karena berbondong-bondong di depan pintuingin investasi tapi banyak yang balik badan gara-gara urusan perizinan," ujar dia.

Jika kondisi ini tak diperbaiki, kata Jokowi, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pun tak akan meningkat. Kendati demikian, Presiden masih mengaku optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi TanahAir. Sebab, masih banyak investor yang ingin menanamkan investasinya.

"Tinggal kita gerak cepat mau merampungkan,memperbaiki menyelesaikan masalah yang tadi saya sampaikan bisa atau tidak, " ucap Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement