Senin 08 Jan 2018 04:24 WIB

Saham Istimewa pada Holding BUMN Potensi Diintervensi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Budi Raharjo
Gedung Kementerian BUMN.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Kementerian BUMN.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir menilai adanya klausul tentang saham istimewa pemerintah terhadap anak usaha holding nantinya berpotensi menimbulkan intervensi. Padahal, intervensi ini tidak boleh dilakukan, apalagi untuk perusahaan yang sudah go public, meski dia sudah tergabung dalam holding.

Inas menjelaskan dalam Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 terkait holding BUMN mengatur saham istimewa pemerintah pada anak Perusahaan BUMN. Artinya sekecil apapun saham pemerintah pada anak perusahaan BUMN akan mampu mengintervensi anak perusahaan tersebut.

"Ini tentu kesewenang-wenangan, misalkan satu persen saja saham pemerintah pada anak perusahaan BUMN, ia (pemerintah) bisa mengintervensi kebijakan pada anak perushaan BUMN itu. Padahal anak perusahaan BUMN itu swasta, ada saham publik," kata Inas melalui keterangan tertulisnya, Ahad (7/1).

Dia mencotohkan, perusahaan PGN yang akan dicaplok dan menjadi anak perushaan Pertamina, pemerintah akan menaruh saham istimewah pada PGN hingga pemerintah bisa mengintervensi PGN secara langsung tanpa melalui induk usaha. Padahal tegas Inas, di Perusahan PGN terdapat saham publik yang mesti dihormati oleh pemerintah.

Berbeda kondisi saat ini bahwa PGN masih menjadi perusahaan BUMN karena sebagian besar sahamnya masih dimiliki oleh pemerintah, sehingga pemerintah berhak melakukan intervensi. "Harusnya pemerintah tidak sewenang-wenang, tentusaja ini mendegradasi kepercayaan publik kepada pemerintah. Merusak iklim investasi," ujarnya.

Permasalahannya tegas Inas, delik saham istimewah itu tidak ada acuannya dalam undang-undang (UU) BUMN dan UU Keuangan Negara, sehingga imbuh Inas; pemerintah telah bertindak mengada-ada tanpa mengacu kepada UU. "PP 72 Tahun 2016 perubahan dari PP 44 Tahun 2005 itu mengacu ke Undang-Undang mana? Tidak boleh donk seenaknya saja," pungkas Inas.

Sebagaimana diketahui dalam PP 72 menyebutkan "Dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement