REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bersama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menandatangani kontrak Infrastructure Maintenance Operations (IMO) atau perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian, pada Jumat (5/1). Untuk tahun 2018, nilai kontrak IMO yang disepakati sebesar Rp 1,3 triliun. Angka itu turun dibanding nilai kontrak di 2017 yang sebesar Rp 1,65 triliun.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri mengatakan, anggaran IMO tahun ini lebih sedikit karena ada efisiensi dari pos perawatan. "Ada pengurangan personel. Karena komponen terbesar adalah pekerja yang merawat," kata dia.
Meski secara total nilai kontrak IMO berkurang, Zulfikri mengatakan, anggaran untuk pos pengoperasian justru bertambah. Sebab, ada tambahan kereta yang beroperasi ke Cikarang.
Lebih rinci, kontrak IMO 2018 mengalokasikan anggaran untuk biaya perawatan jalan rel sebesar Rp 127,6 miliar; biaya perawatan jembatan Rp 11,2 miliar; biaya perawatan sinyal, telekomunikasi dan Listrik Aliran Atas (LAA) Rp 39,6 miliar; serta biaya umum perawatan prasarana sebesar Rp 900 juta.
Adapun rincian anggaran untuk pos pengoperasian kereta yakni Rp 588,6 miliar untuk biaya langsung tetap pengoperasian prasarana, serta Rp 107,7 miliar untuk biaya tidak langsung tetap pengoperasian prasarana.
Direktur Pengelolaan Prasarana PT KAI Bambang Eko Martono memastikan seluruh anggaran tersebut dapat terserap optimal. Sebab, menurut dia, anggaran perawatan dan pengoperasian kereta yang dibutuhkan KAI sebenarnya lebih besar dari pada nilai IMO yang diberikan. "Sisanya kita akan pakai dana KAI," ujar Bambang.