Selasa 26 Dec 2017 11:28 WIB

Pemkab Muba Dorong Pemanfaatkan Karet dalam Negeri

Petani menyadap pohon karet di kebunnya yang berada di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung, Sabtu (21/7). Dipicu penurunan produksi akibat kemarau harga karet beranjak naik, kering 2 minggu dari Rp10 ribu/kg menjadi Rp11 ribu/kg dan kering satu bulan dari R
Foto: ANTARA/Garifianto
Petani menyadap pohon karet di kebunnya yang berada di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung, Sabtu (21/7). Dipicu penurunan produksi akibat kemarau harga karet beranjak naik, kering 2 minggu dari Rp10 ribu/kg menjadi Rp11 ribu/kg dan kering satu bulan dari R

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex menuturkan serapan karet dalam negeri ini diharapkan dapat membantu petani karet di tengah anjloknya harga di pasaran dunia. Ia mengatakan, dirinya tergerak untuk mendorong penyerapan dalam negeri ini lantaran Muba merupakan salah satu kabupaten di Sumsel yang paling terpengaruh oleh jatuhnya harga karet alam. Saat ini di Muba terdapat 250 ribu hektare lahan karet, yang mana sebanyak 90 persen dimiliki oleh petani rakyat.

"Petani karet kami saat ini sangat menderita, sehingga membutuhkan langkah cepat dari pemerintah untuk mengatasinya," ujar putra sulung Gubernur Sumsel Alex Noerdin ini.

Pada tahun 2011, harga karet melambung dengan mencapai lima dolar AS/kg seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Tiongkok yang menembus angka 9,2 persen. Pada masa itu, Sumsel membukukan nilai ekspor karet sebesar 3,868 miliar dolar AS, atau melonjak tajam dibandingkan 2010 yang hanya 1,904 miliar dolar AS, dan 2009 sebesar 1,110 miliar dolar AS.

Sementara itu, di tengah rendahnya serapan pasar internasional itu, serapan dalam negeri hanya sekitar 2.000 ton. Ketidakberdayaan Sumsel menyediakan industri hilir ditenggarai menjadi penyebab utama mengapa sektor perkebunan karet tidak bisa menjamin kesejahteraan petani.

Sumsel yang menjadi salah satu provinsi penghasil getah terbanyak di Indonesia, selain Sumatera Utara, dan Jambi tidak dapat berbuat apa-apa ketika terjadi penurunan permintaan dari luar negeri. Pemerintah daerah telah berupaya mengajak investor untuk menanamkan modal dengan membangun industri hilir.

Investor asal Belarus sempat mengunjungi Palembang dengan didampingi Direktur Utama Blue Bird sebagai jaminan bahwa produk ban yang akan dihasilkan akan langsung diserap pasar dalam negeri. Kemudian, investor asal Prancis dan beberapa negara Eropa juga mengutarakan niat yang sama.

Investor ini mengurungkan niat lantaran Sumsel tidak memiliki pelabuhan untuk pintu perdagangan mengangkut barang ke pasar Eropa mengingat Pelabuhan Tanjung Api Api tidak kunjung terealisasi.

Pada keadaan lain, kata dia, perusahaan lokal yang telah berdiri di Sumsel pada era 80-an justru tidak lagi beroperasi lantaran mengalihankan bisnis ke sektor lain atau berpindah tempat produksi ke Jawa.

Kondisi tersebut makin diperparah iklim persaingan yang sedang berlangsung di pasar internasional. Produk olahan getah Sumsel mulai mendapatkan saingan baru, yakni dari Vietnam, Myanmar, dan Thailand dengan menawarkan produk berkualitas ekspor lebih baik.

"Saat ini pasar memiliki banyak pilihan karena pemain bukan Indonesia saja. Negara seperti Vietnam, Myanmar, dan Thailand sudah mampu menghasilkan produk yang lebih baik seperti karet berbentuk lembaran, sementara petani karet Sumsel sebatas menjual getah yang hanya dijadikan bongkahan dengan terlebih dahulu dicuci," kata Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Fahrurozi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement