REPUBLIKA.CO.ID,KUPANG -- Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang Frits Fanggidae mengatakan ketersediaan lahan sering menjadi kendala utama dalam berinvestasi. "Oleh karena itu, pola investasinya perlu diubah dengan melibatkan pemilik lahan sebagai salah satu pemegang saham," katanya di Kupang, Kamis (21/12).
Menurut dia, setiap investor yang masuk ke NTT untuk menanamkan modalnya, perlu diatur untuk bagiamana dapat melibatkan masyarakat pemilik lahan itu sendiri agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Nusa Tenggara Timur juga mengakui masih banyak menemui kendala dalam berinvetasi akibat persoalan lahan.
Menurut Frits, kebanyakan lahan di provinsi berbasiskan kepulauan itu umumnya merupakan tanah ulayat yang kepemilikannya bersifat kolektif atau lebih dari satu orang. Sementara pola investasi dari dulu sampai sekarang masih berlangsung dengan model yang sederhana. "Pengusaha datang membeli atau membebaskan tanah milik masyarakat kemudian dibangun pabrik dan lainnya di situ," katanya.
Yang terjadi sekarang, lanjutnya, masyarakat terus melayangkan protes, contohnya di sejumlah daerah seperti Kabupaten Timor Tengah Selatan, Sumba Timur, Manggarai, dan lainnya. "Ada perlawanan masyarakat terhadap penguasaan lahan dalam jumlah besar oleh investor, dan ke depan bisa saja terus berkembang karena masyarakat semakin sadar tanah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan terus meningkat setiap tahun," katanya.
Dengan begitu, menurutnya, pola investasi perlu diubah dari pengusaha yang hanya datang melakukan pembebasan lahan menjadi pola yang melibatkan masyarakat pemilik lahan itu sendiri sebagai salah satu pemegang saham. Untuk itu, katanya, perlu didesain suatu pola investasi di mana pemilik lahan yang memiliki hak ulayat atas tanah bisa menjadi pemegang saham dari investasi yang akan dikembangkan.
Kepala Dinas DPM-PTSP Provinsi NTT Samuel Rebo, secara terpisah mengakui persoalan lahan menjadi kendala utama yang dihadapi pihaknya ketika membawa para investor ke daerah-daerah. "Seperti untuk investasi di sektor pariwisata, hampir semua pantai-pantai yang ada di pulau-pulau besar di NTT ini sudah dikapling, sehingga ketika investor mau datang berinvestasi masih ada klaim ini milik si A, si B, dan sebagainya," katanya.
Ia mengatakan, persoalannya pada lahan yang sudah dikapling itu tidak dimanfaatkan untuk membangun sesuatu melainkan hanya dibiarkan begitu saja.
"Ini yang kami temukan saat hendak membawa investor ke daerah, padahal sebenarnya potensi lahan untuk investasi kita sangat luas," katanya.
Namun, lanjutnya, pemerintah terus berupa memermudah masuknya investasi ke daerah setempat. Selain terus melakukan pendekatan dengan pemilik lahan, juga memberikan kemudahan bagi calon investor dengan menyiapkan informasi dan data pendukung serta kemudahan perizinan.
Sumber: Kantor Berita Antara