Selasa 19 Dec 2017 09:19 WIB

Sengketa Boeing-Bombardier Ancam Kerja Sama NAFTA

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Bendera AS, Meksiko, dan Kanada (ilustrasi)
Foto: wikipedia.org
Bendera AS, Meksiko, dan Kanada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sengketa produsen pesawat asal AS, Boeing, dengan produsen pesawat asal Kanada, Bombardier, meningkatkan ketegangan hubungan dagang kedua negara dalam Kerja Sama Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).

Persoalan yang bermula dari rencana penjualan pesawat kecil Bombardier ke pasar AS itu mengancam ribuan tenaga kerja dalam rantai pasok produksi kedua perusahaan. Boeing menuduh Bombardier mencoba mengakali aturan perdagangan AS dengan menerima subsidi dari Pemerintah AS sehingga Bombardier bisa menjual jet CSeries mereka di bawah harga pasar AS.

Beberapa bulan lalu, Departemen Perdagangan AS mengusulkan bea 300 persen atas produk jet CSeries Bombardier. Itu menguntungkan Boeing karena harga produk rivalnya akan terkerek di pasar AS. Keputusan itu akan ditetapkan Departemen Perdagangan AS pekan ini. Komisi Perdagangan Internasional AS yang bertanggung jawab menginvestigasi sengketa perdagangan diharapkan dapat memberi rekomendasi.

Dalam dengar pendapata di komisi tersebut, kedua Boeing dan Bombardier saling tunjuk soal penerimaan subsidi dari masing-masing negara. Duta Besar Kanada untuk AS David MacNaughton menyatakan, Boeing sendiri menerima subsidi besar dari pemerintah AS.

Sengketa ini, kata MacNaughton, memicu efek negatif terhadap industri dirgantara Kanada dan AS. Bekerja sama dengan banyak maskapai, produksi jet CSeries Bombardier sendiri lintas batas negara, demikian dilansir New York Times, Senin (18/12).

Sengketa ini bahkan mengundang campur tangan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Perdana Menteri Inggris Theresa May yang meminta Presiden Trump untuk meredakan sengketa ini. Kanada sendiri menekan Boeing dengan membatalkan pembelian pesawat dari Boeing senilai 5,2 miliar dolar AS.

Dalam dengar pendapat itu juga, Duta Besar Inggris untuk AS Kim Darroch menyatakan, pengenaan bea terhadap Bombardier oleh AS akan merusak kerja sama dagang dan kompetisi sehat di industri dirgantara. Kondisi ini mengancam renegosiasi NAFTA yang salah satu poinnya adalah penyelesaian sengketa seperti yang terjadi pada Bombardier-Boeing.

Jika AS benar-benar merealisasikan acaman bea terhadap produk Bombardier itu, keputusan itu bisa diadukan ke berbagai lembaga. Kanada bisa meminta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mempertimbangkan. Bombardier juga bisa menggugat ke Pengadilan Federal di New York atau ke panel juri di NAFTA.

Selama ini, Kanada mengandalkan Bab 19 dalam aturan NAFTA untuk melawan AS. Namun, AS selalu menyebut landasan itu tak terlalu kuat. Itu memicu reaksi Kanada yang menyebut AS tak pernah mau kalah dan makin menjadi-jadi di bawah kepemimpinan Trump. Di bawah Trump, kebijakan perdagangan AS lebih memaksa karena kepetingan AS didorong jadi prioritas.

Penasihat perdagangan menyarankan Kanada tetap menaruh Bab 19 Aturan NAFTA dalam negosiasi. Apalagi, Bombardier adalah industri strategis bagi Kanada.

Dalam perundingan terakhir NAFTA sendiri, baik Kanada, AS, dan Meksiko belum mencapai kesepakatan soal kelanjutan kerja sama perdagangan ketiga pihak.

Kuasa hukum Boeing menyatakan sengketa Boeing-Bombardier adalah persoalan klasik. Namun, apa yang Bombardier lakukan mengancam penjualan produk sejenis milik Boeing, Max 7.

Bombardier mengatakan Max 7 jelas-jelas lebih besar dari CSeries sehingga tidak setara untuk dibandingkan. Bombardier menyatakan justru Boeing yang berlindung di balik pemerintah AS guna menghalangi persaingan dari pihak asing.

Oktober lalu, Bombardier sendiri mengumumkan produksi CSeries akan dipindahkan ke Alabama sebagai bagian kerja sama dengan Airbus. Itu dapat menghindarkan Bombardier dari beban bea. Meski begitu, produksi di Alabama belum akan berjalan sampai sengketa ini selesai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement