REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika
Pada Maret lalu, Agus Priyanto memasuki usia pensiun sebagai karyawan Pabrik Gula (PG) Krebet di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dia pensiun ketika berusia 55 tahun dengan status sebagai pegawai KKWT atau Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.
Agus bukan termasuk orang yang khawatir menjelang pensiun. Meski bukan berstatus pegawai tetap di BUMN, ia merasa sudah menyiapkan rencana sejak beberapa tahun lalu, sebelum benar-benar pensiun. "Sudah beberapa tahun terakhir ini, saya nyambi berjualan buah di dekat rumah," kata Agus yang membuka warung buah-buahan di Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.
Agus pensiun dengan menerima pesangon dari PG Gula sebesar Rp 20 juta. Beruntung, ia mendapat tambahan 'pensiun' dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagai peserta program Jaminan Hari Tua di angka sekitar Rp 20 juta. Agus mengaku, ia sebenarnya bekerja 20 tahun lebih di PG Krebet, sejak berstatus karyawan kontrak hingga meningkat menjadi pegawai KKWT, yang statusnya di bawah karyawan tetap. Namun, ternyata ia baru tercatat di Jamsostek-nama lama BPJS Ketenagakerjaan--selama 15 tahun terakhir.
Laki-laki asal Madiun ini juga merasa menyesal, mengapa semasa bekerja tidak meningkatkan jumlah kepesertaannya yang diambil dari potongan gaji sekitar Rp 30 ribuan per bulan. Meski begitu, daripada terus menyesali keadaan, ia lebih memikirkan bagaimana caranya mengembangkan uang yang diterimanya saat pensiun untuk menghadapi waktu ke depan.
"Uangnya saya ambil di BPJS Ketenagakerjaan Kota Malang, saya jadikan modal untuk membeli cempe (kambing kecil) untuk dirawat agar ketika besar dijual lagi. Saya titipkan ke petani di desa tetangga untuk dirawat dan nanti untung penjualan dibagi dua," kata Agus saat menjelaskan pemanfaatan uang pensiunan yang diterimanya.
Agus merasa perlu untuk membuat uangnya produktif lantaran istrinya, Nanik Setyowati (54) juga akan pensiun sebagai tenaga honorer di Puskesmas Kemantren pada 2018. Sebagai tenaga honorer, lanjut Agus, tentu istrinya tidak menerima pensiunan bulanan seperti PNS sehingga memacunya untuk bisa tetap mendapatkan penghasilan bagi keluarga. Beruntung, anak satu-satunya bernama Mei Yuni Anida telah lulus kuliah, sudah menikah pada September lalu, dan sebelum meraih gelar sarjana telah mendapatkan pekerjaan. Alhasil, ia tidak memiliki tanggungan lagi dan hanya berusaha ingin mandiri pada masa tua.
"Sehari-hari saya sekarang jaga warung, setidaknya ada kegiatan dan pemasukan sedikit-sedikit dari uang yang saya di BPJS. Dulu warung saya jaraknya dari yang sekarang sekitar 200 meter, kalau dulu tanah orang, kini warung ini berdiri di tanah saya sendiri yang baru saya beli nyicil juga dari hasil pensiunan," kata Agus.
Dia pun juga kadang memantau perkembangan kambing miliknya, yang dirawat orang kepercayaannya. Agus mengaku sudah mendapat untung ketika menjual kambing pada momen Hari Raya Idul Adha lalu, kala harga kurban naik drastis. Usai menjual kambingnya, ia tidak menikmati keuntungan itu dan malah dijadikannya sebagai modal membeli anakan kambing dengan jumlah lebih banyak. Agus merasa, situasi yang ada membuatnya harus semakin kreatif dalam mengelola keuangan. "Uang ini saya puter terus, agar bisa berkembang," tutur Agus.
Istri Agus, Nanik Setyowati mengatakan, pada awalnya ia juga cukup khawatir ketika memasuki masa pensiun. Meski saat ini honor bulanan yang diterimanya tidak besar atau jauh di bawah upah minimum regional (UMR), Nanik merasa berkecukupan lantaran bisa mendapatkan pemasukan secara pasti. Karena itu, ia cukup tertekan ketika memikirkan masa pensiun lantaran suaminya juga baru saja pensiun. Hanya saja, ia mengaku, bebannya berkurang lantaran anak gadisnya juga bekerja dan bisa membantu orang tuanya.
"Alhamdulillah sekarang suami membuka toko. Kalau dulu tokonya hanya buka sebentar-sebentar, sekarang bisa setiap hari. Biar ada pemasukan, meski kecil-kecil agar tabungan tak habis," kata Nanik. Dia pun bersyukur, adanya pencairan program Jaminan Hari Tua setidaknya bisa menolong para pegawai kecil sepertinya agar tidak kaget ketika memasuki masa pensiun, karena masih ada dana yang bisa dikelola untuk kepentingan keluarga.
Di waktu berbeda, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, program milik BPJS Ketenagakerjaan sangat membantu para pekerja dalam mengelola keuangan supaya lebih terkendali. Dia pun ingin agar pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan bisa semakin baik, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak orang. Hanif menambahkan, para pekerja akan mendapatkan banyak keuntungan dengan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.
"Banyak orang bingung mengenai manfaat BPJS, padahal BPJS Ketenagakeraan bisa memberikan Jaminan Kecelakaan, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Dana Pensiun," kata Hanif.
Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto dalam laman resmi perusahaan mengatakan, lembaganya menargetkan bisa mengelola dana sebesar Rp 300 trilun hingga akhir 2017. Saat ini, pihaknya sudah mengelola hampir Rp 270 triliun, yang Rp 214 triliun di antaranya disumbang program Jaminan Hari Tua. Adapun diprediksi selama tahun ini, jumlah klaim Jaminan Hari Tua yang harus dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 22 triliun.
Menurut Agus, pencairan Jaminan Hari Tua setidaknya sangat bermanfaat bagi peserta, lantaran bisa digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan setelah mereka tidak bekerja. "Karena JHT hanya bisa dicairkan saat peserta sudah tidak bekerja atau pensiun," kata Agus yang menjelaskan pada dasarnya program itu untuk perencanaan hari tua pekerja dalam memasuki usia pensiun.