REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Ichsan Firdaus menyoroti data pangan pemerintah yang menurutnya tidak akurat. Ketidakakuratan tersebut, menurut Ichsan, setidaknya tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan inflasi pada November 2017 salah satunya disumbang oleh kenaikan harga beras. Padahal, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa produksi beras surplus.
Jika mengacu pada teori dasar ekonomi, kata Ichsan, kenaikan harga dapat dipicu salah satunya oleh suplai yang berkurang. Karena itu, ia menduga, data pangan yang dimiliki pemerintah tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan.
"Menurut saya data beras bermasalah," kata Ichsan, saat menjadi salah satu pembicara dalam Lokakarya Review Kebijakan Stabilisasi Pangan 2017 di Jalan Simatupang, Jakarta, Rabu (13/12).
Menurutnya, Komisi IV DPR sudah mengingatkan pemerintah untuk segera memperbaiki data pangan, terutama beras. Sebab, penggunaan data yang tidak akurat akan berdampak pada pengambilan kebijakan yang tidak tepat. "Rentan terhadap manipulasi kebijakan kalau data ini tidak benar," kata Ichsan.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Firdaus juga mengutarakan pendapat senada. Ia mengaku setiap kali membaca laporan Bank Dunia yang berkaitan dengan beras, selalu ada catatan bahwa lembaga tersebut tidak menjamin keakuratan data tersebut. Artinya, akurasi data pangan pemerintah memang diragukan.
Sementara itu, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Karyawan Gunarso mengatakan, Bulog selalu melakukan pengecekan ulang terkait data pangan. Misalnya, ia mencontohkan, Bulog saat ini sedang melakukan verifikasi terhadap laporan potensi panen raya pada Desember-Maret mendatang. Sebab, perusahaan plat merah tersebut tak ingin ada ketidaksesuaian antara rencana panen dengan realisasi produksi. "Saya sepakat bahwa kita membutuhkan data yang tepat dan akurat. Karena itu Bulog selalu melakukan kroscek."