REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di usianya yang menginjak 60 tahun, PT Pertamina (Persero) terus menyiapkan diri untuk mempersiapkan sumber daya migas yang semakin menipis. Pertamina berorientasi pada energi berkelanjutan dalam menyediakan energi untuk masyarakat Indonesia.
Direktur Utama Pertamina Massa Manik menyatakan, saat ini penyediaan sumber energi, baik energi konvensional maupun energi baru dan terbarukan yang dikelola lebih efisien, bersih dan efektif oleh perusahaan semakin meningkat. Tidak hanya berfokus pada pengembangan sektor panas bumi, Pertamina juga siap berpartisipasi di bidang energi terbarukan, termasuk solar PV, angin, micro hydro, Green Diesel, bahkan mungkin sampai ke bisnis storage dalam jangka menengah. Pertamina, kata dia, terus membuka diri untuk bekerja sama dengan para pemain eksisting, pemerintah, serta berbagai pihak lainnya untuk dapat mengakselerasi kemampuan Pertamina.
Mengantisipasi kebutuhan energi terbarukan di masa depan, perusahaan sudah sejak lama menjalankan operasi di bidang energi baru terbarukan, yaitu di sektor panas bumi. Baru-baru ini Pertamina menambah kapasitas terpasang pembangkit panas bumi sebesar 55 MW, dengan onstream-nya proyek Ulubelu Unit 4. Saat ini total kapasitas terpasang Panas Bumi Pertamina menjadi 587 MW.
“Kami siap melakukan partnership, berinvestasi atau chip-in di perusahaan lain yang mempunyai atau telah mengembangkan teknologi sebelumnya. Melalui acara Pertamina Energy Forum 2017 ini lah, Pertamina ingin membuka peluang pengembangan bidang sustainable and renewable energy, salah satunya dengan belajar, bekerja sama, dan bertukar wawasan dengan para ahli dan pembicara di forum ini,” ujar Massa.
Menurut Massa, kesadaran akan pentingnya energi terbarukan di kalangan internasional makin meningkat. Perusahaan memastikan diri untuk berada di baris terdepan untuk hal ini. Dari perspektif internasional, terdapat kesepakatan Persatuan Bangsa-Bangsa untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang dituang dalam Perjanjian Paris (Paris Agreement) tahun 2016. Saat ini bahan bakar berstandar Euro 4 dan Euro 5 pun sudah semakin lazim diterapkan di berbagai negara, karena lebih ramah lingkungan.
Di dalam negeri, pemerintah berkomitmen mengurangi emisi rumah kaca hingga 29 persen pada tahun 2030. Pemerintah juga berupaya meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional ke level 23 persen di tahun 2025 dari 7 persen di tahun 2016. Pemerintah juga memiliki visi untuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi bersih dan hijau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
“Jadi ini lah tantangan untuk kita karena memang Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup secara konsisten ingin mendorong energi terbarukan ini untuk memiliki peran yang lebih besar di masa yang akan datang. Kami juga menyambut baik standar pemerintah untuk menuju ke standar Euro 4 di tahun 2021. Kita juga mulai meng-upgrade kilang-kilang kita dalam mengantisipasi hal ini,” kata Massa.
Dengan berkurangnya pemakaian bahan bakar fosil yang hampir dapat dipastikan akan tergantikan oleh energi terbarukan di masa depan, bisnis energi terbarukan diperkirakan akan semakin meningkat. Diperkirakan, investasi pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit tenaga angin akan mendominasi masa depan penyediaan energi secara global. Diperkirakan, pada tahun 2017 hingga 2040 akan ada dana sebesar 7 miliar dolar AS dalam rangka pengembangan dua energi tersebut. Bisnis energi terbarukan akan semakin tumbuh pesat, dengan adanya digitalisasi.
“Sekarang ini pun, bisnis renewable energy telah tumbuh sangat pesat, berkat sokongan dari kemajuan teknologi. Dari sisi hulu, biaya pembangkitan listrik berbasis renewable energy menjadi semakin murah. Di sisi penyimpanan, banyak pebisnis yang ikut bermain di bidang baterai, dan bahkan baru-baru ini pembangunan kompleks baterai sebesar 100 MW di Australia telah rampung. Di sisi hilirnya, perkembangan kendaraan listrik ataupun hybrid juga sangatlah signifikan. Ke depannya, tren ini akan terus tumbuh secara eksponensial,” ucap Massa.
adv