Sabtu 09 Dec 2017 04:19 WIB

Proyek KA Semicepat Jakarta-Surabaya Buka Opsi 4 Konsep

Red: Nur Aini
Sejumlah penumpang kereta api Kertajaya bergegas untuk memasuki keretanya dengan tujuan akhir di Surabaya Pasar Turi dari Stasiun Kereta Api Senen Jakarta, Kamis (29/6).
Foto: Republika/Darmawan
Sejumlah penumpang kereta api Kertajaya bergegas untuk memasuki keretanya dengan tujuan akhir di Surabaya Pasar Turi dari Stasiun Kereta Api Senen Jakarta, Kamis (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat empat opsi dalam proyek revitalisasi Jalur Kereta Api Lintas Utara Jawa atau KA Semicepat Jakarta-Surabaya berdasarkan kajian dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Jica).

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri usai ramah tamah mengatakan keputusan terkait opsi tersebut akan dilakukan pada Maret 2018. Empat opsi tersebut, pertama yaitu menggunakan jalur yang sudah ada (eksisting), kedua membangun jalur baru di sebelah rel lama dengan lebar rel narrow gauge (1.607 mm), ketiga membangun rel baru di sebelah rel lama dengan standar gauge (1.435 mm) dan keempat membangun dua jalur eksklusif.

"Belum diputuskan, sekarang konsepnya apa yang paling pas untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan kapasitas. Jadi, pendekatannya lebih ke pendapatan permintaan, kapasitas, teknis, dan biaya," katanya di Kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (8/12).

Zulfikri mengatakan pihak Jepang menginginkan membangun jalur baru agar operasional kereta yang sudah ada tidak terganggu dengan adanya pengerjaan revitalisasi KA Jakarta-Surabaya. Dia menambahkan Jepang menolak menggunakan sistem "window time" atau buka tutup saat pengerjaan revitalisasi.

"Dalam window time itu kan susah. Jepang ingin tanpa ada interupsi terhadap operasi kereta yang eksisting. Walaupun menurut beberapa ahli bisa, Jepang nggak mau, mereka maunya tambah satu jalur," katanya.

Namun, kata dia, apabila jalur tambahan itu hanya dipakai sementara saat proses pengerjaan revitalisasi saja, maka tidak akan efisien. "Makanya, daripada itu hilang, lebih efisien kalau kita tambahkan rel agar tidak terganggu," katanya.

Zulfikri mengaku mengarah ke opsi kedua dan ketiga karena pengerjaan bisa lebih cepat, meski akan ada potensi pembengkakan nilai investasi. "Di antara 'standard' dan 'narrow', itu kan sesuatu yang sama, kapasitas bisa lebih cepat, hitung-hitungan biaya, kita bicara nanti," katanya.

Dia mengaku saat ini soal biaya belum diputuskan karena pemerintah ingin rancangan yang paling murah. Hal ini karena, Menhub Budi Karya Sumadi pernah mengatakan bahwa dengan teknologi "slab track" atau tanpa ballas (batu-batu) serta seluruhnya layang akan sangat mahal, lebih dari yang dipatok yaitu Rp 60 triliun, yakni bisa mencapai Rp 90 triliun. "Kalau ditambah dengan jalur baru tapi hanya sementara dan dihilangkan, lebih mahal lagi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement