REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menantikan keputusan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait besaran kewajiban pajak yang harus dibayar, mengingat besaran beban pajak itu akan menentukan hasil efisiensi besar-besaran yang dicanangkan lembaga regulator industri keuangan itu.
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo, mengatakan efisiensi juga sudah dilakukan dengan pemangkasan biaya operasional. Sembari menunggu besaran utang pajak yang harus dibayar, Anto memastikan hasil efisiensi dari penurunan biaya operasional dapat dimanfaatkan untuk membangun gedung-gedung perwakilan OJK di daerah.
"Kami tunggu pandangan pemerintah (soal utang pajak). Tapi kita tetap mendisplikan diri dengan efisiensi terlebih dahulu," ujar dia di Jakarta, Selasa (5/12).
Efisiensi penurunan biaya operasional itu dilakukan OJK dengan menurunkan standar fasilitas transportasi bagi pejabat sekelas minimal direktur. Pejabat minimal level direktur hingga level ketua Dewan Komisioner di OJK saat ini jika berdinas ke daerah dengan waktu penerbangan maksimal dua jam harus menggunakan jasa peswat kelas ekonomi.
"Dari kultur ini, kita bisa menghemat untuk anggaran OJK. Jadi kita punya banyak hasil efisiensi untuk beli gedung di beberapa daerah," ujar dia.
OJK menargetkan efisiensi dapat mengurangi pengeluaran sebesar Rp 400 miliar pada 2017. Namun, OJK masih tetap harus menunggu keputusan Ditjen Pajak terkait beban utang yang harus dibayar. OJK ditetapkan sebagai subyek pajak dan memiliki catatan pajak sejak berdiri pada 2012.
"Masih kami tunggu, belum ada ya (hitungan pajak dan keringanan). Kami terus bicara dengan pemerintah. Kan di Anggota dewan komisioner OJK juga ada ex-officio OJK dari Kemenkeu, jadi selalu kami komunikasikan," tuturnya.
Di sisi lain, Anto memastikan pihaknya sementara ini tidak akan mengambil opsi menaikkan iuran kepada industri perbankan, guna menambah anggaran OJK. Sebab, kenaikan pungutan membutuhkan proses dan waktu yang lama. Selain itu, keputusan untuk menaikkan pungutan juga harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Besaran iuran dari industri jasa keuangan telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK yang dikeluarkan pemerintah pada 12 Februari 2014.