REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pertamina mengaku kehilangan keuntungan karena menjual harga BBM subsidi sejak 2015. Harga BBM subsidi yang berada di bawah harga pasar dituding sebagai penyebab hilangnya keuntungan bagi Pertamina.
Direktur Keuangan, PT. Pertamina (Persero), Arief Budiman menilai selisih harga pasar tersebut sebagai kehilangan keuntungan. Pada hitungan harga pasar, Solar semestinya dibanderol sebesar Rp 6.700 per liter. Tetapi karena kebutuhan masyarakat, melalui Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2015, pemerintah menetapkan harga Solar sebesar Rp 5.150. Harga yang didapat oleh masyarakat ini sudah disuntikkan subsidi melalui APBN sebesar Rp 500 per liter.
Sedangkan untuk Premium, kata Arief, harga pasar dibanderol Rp 7.350 per liter tetapi ketetapan pemerintah dihargai Rp 6.450 per liter. "Sederhananya hanya selisih harga. Inilah yang hingga September itu kurang lebih kumulatifnya untuk kami Rp 18,9 triliun, atau Rp 19 triliun, dan yang di Juni itu kurang lebih Rp 12,9 triliun. Mau ada BBM satu harga atau tidak, selisih harganya tetap ada," ujar Arief di Gedung DPR RI, Senin (4/12) malam.
Untuk bisa menyelaraskan hitungan harga BBM ini, Arief mengatakan pemerintah dan Pertamina sedang melakukan evaluasi formula harga BBM. Menurutnya, formula BBM sudah sepatutnya dievaluasi sebab harga minyak mentah yang bergerak dan peningkatan ongkos produksi.
"Tahun 2015 melihat biaya biaya sebelum tahun itu, sekarang kan biaya-biaya sudah bergeser sekarang sudah lebih bagus, beberapa turun, beberapa naik, makanya dilihat lagi structure cost-nya," ujar Arief.