Kamis 30 Nov 2017 17:22 WIB

JK Sebut Anggaran Belanja Barang Kerap Jadi Sasaran Korupsi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Budi Raharjo
Salah satu pamflet tentang bahaya korupsi (ilustrasi).
Foto: Antara
Salah satu pamflet tentang bahaya korupsi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla membuka Rapat Koordinasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tingkat Nasional (Rakorwasdanas) di Hotel Bidakara. Dalam pidatonya, Jusuf Kalla mengatakan, anggaran belanja modal dan belanja barang kerap menjadi sasaran untuk dikorupsi.

Jusuf Kalla menjelaskan, selama ini seolah-olah uang yang dikorupsi adalah 30 persen daro APBN. Padahal, selama ini anggaran belanja modal dan belanja barang saja yang dikorupsi.

"Sering juga ada kesalahan seakan-akan anggaran yang Rp 2 ribu triliun (APBN) itu bisa dikorupsi 30 persen, tidak, yang bisa dikorupsi hanya anggaran belanja modal dan barang. Jadi hanya kira-kira Rp 600 triliun yang bisa dikorup di negeri ini, yang lainnya rutin dan tidak bisa tentu," ujar Jusuf Kalla, Kamis (30/11).

Jusuf Kalla berpesan kepada seluruh pejabat daerah maupun pusat untuk menghindari pelanggaran hukum. Sering ada alasan bahwa korupsi terjadi karena gaji yang rendah. Jusuf Kalla tak memungkiri bahwa pejabat negara gajinya rendah, bahkan presiden dan wakil presiden gajinya lebih rendah ketimbang direktur bank.

Jusuf Kalla mengatakan, jika dilihat dari sisi kenegaraan, negara yang dapat membayar mahal aparatnya seperti Singapura adalah negara maju. Negara tersebut bisa maju karena sistemnya bersih.

"Jadi mana lebih dahulu, ialah kita majukan bangsa ini otomatis juga bahwa para aparat mendapat gaji yang lebih baik dari sekarang, tapi kalau 30 persen anggaran dikorupsi bagaimana negara bisa makmur," kata Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla berharap dalam rapat koordinasi ini dapat merumuskan langkah-langkah positif agar ke depannya para pejabat negara tidak melakukan pelanggaran hukum. Menurut Jusuf Kalla, penegak hukum dikatakan berhasil dalam memberantas korupsi jika mereka sudah tidak melakukan penangkapan lagi. Oleh karena itu perlu ada sebuah sistem pengawasan yang baik untuk mengantisipasi tindak pidana korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement