Selasa 28 Nov 2017 09:11 WIB

Jonan Minta PLN Turunkan BPP dan Tarif Tenaga Listrik

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Tarif dasar listrik (ilustrasi). Pemerintah usulkan penambahan subsidi energi.
Tarif dasar listrik (ilustrasi). Pemerintah usulkan penambahan subsidi energi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta PLN melakukan efisiensi untuk menurunkan BPP Tenaga Listrik sehingga bisa membuat tarif listrik yang ramah bagi masyarakat. Ia juga mengatakan untuk bisa menurunkan BPP Tenaga Listrik, pemerintah mencoba untuk mengendalikan komponen bauran energi primer pembangkit.

Upaya Pemerintah dan PT PLN (Persero) untuk menekan tarif mulai terlihat. Selama tiga tahun terakhir Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Total (BPP) selalu mengalami penurunan. Tahun 2014n BPP tercatat sebesar Rp 1.420 per kWh, tahun 2015 turun menjadi Rp 1.300 per kWh, dan tahun 2016 turun kembali ke angka Rp 1.265 per kWh.

Data per September 2017, BPP naik sedikit menjadi Rp 1.299 per kWh seiring dengan kenaikan harga energi primer yang signifikan. Selain itu, sejak Januari 2017 hingga saat ini, tarif listrik non-subsidi yang sebesar Rp. 1.467 per kWh pun mengalami penurunan sebesar Rp 5 per kWh, dibandingkan tarif bulan sebelumnya (Desember 2016) yaitu Rp 1.472 per kWh.

"Pemerintah sangat serius sekali supaya harga listrik terjangkau. Perasaan keadilan sosial oleh rakyat Indonesia harus jalan. Saya terapkan selama saya disini. Ini yg menurut saya sangat penting," ujar Jonan melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/11).

Jonan mengatakan turunnya BPP tersebut juga merupakan hasil dari rasionalisasi bauran energi primer pembangkit. Pemerintah telah menurunkan porsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pada tahun 2012 sebesar 15 persen menjadi hanya 7 persen pada 2017. Di samping itu porsi batubara dioptimalkan dengan porsi menjadi sekitar 55 persen, disusul gas sebesar 26 persen dan energi terbarukan sekitar 12 persen. Sebagaimana diketahui, energi primer pembangkit listrik mulai yang termahal adalah BBM, mayoritas energi terbarukan, gas, batubara dan air.

"PLN wajib melakukan efisiensi energi, ini sudah komitmen besar dari PLN untuk melakukan efisiensi, sehingga kalau biaya produksi berubah-berubah masih bisa ditangani. Sebenarnya yang fluktuatif itu energi primer, seperti batubara, minyak, dan gas. Gas sudah kita atur sudah buat regulasi dimana harganya itu bisa dijangkau," jelas Jonan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement