REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -- Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar Syukur Panen di Desa Karang Layung, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Kamis (23/11).
Selain dihadiri Ketum HKTI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Mentan, Andi Amran Sulaiman, hadir juga Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, Bupati Indramayu, Anna Sophanah dan anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono. Adapula ribuan petani dari tiga kecamatan di sekitar wilayah tersebut.
Berdasarkan pantauan Republika, kegiatan Syukur Panen itu diisi dengan doa dan pemotongan tumpeng. Selain itu, para petani makan bersama tumpeng secara lesehan di bawah tenda yang terbentang sepanjang 200 meter.
Ketum HKTI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, mengatakan, kegiatan Syukur Panen itu dilakukan karena petani di Kecamatan Sukra sukses menuai hasil pertanian. Dengan luas sekitar 3.000 hektare lahan, petani setempat berhasil mendapatkan panen sekitar tujuh ton per hektare. Hasil itu di atas rata-rata nasional yakni 4,5-5 ton per hektare.
"Kalau kita berbicara pertanian Indonesia,maka ada dua hal, yakni culture atau budaya dan ada teknologi. Syukur panen iniadalah bagian budaya kita bangsa Indonesia," ujar Moeldoko.
Moeldoko berharap, kegiatan Syukur Panen itu bisa memotivasi para petani untuk lebih meningkatkan hasil pertanian.Caranya adalah dengan menggunakan teknologi pertanian yang tepat. "Dengan teknologi, kita bisabertani secara berkepastian, bukan semoga," tegas mantan panglima TNI itu.
Moeldoko mencontohkan, dengan teknologi yang dikembangkan HKTI, yakni benih M70D dan M400, petani bisa memanen padi sedikitnya sembilan ton per hektare. Bahkan, di lahan milik mantan Wali Kota Malang, Peni Suparto di Kepanjen, benih M70D dan M400 yang dipadukan dengan pupuk organik dan pengendalian hama yang baik, bisa menghasilkan 11,2 ton per hektare.
Moeldoko pun bersyukur saat ini mulai ada kesadaran anak-anak muda untuk turun ke lapangan dan menggarap lahan. Dengan besarnya pengaruh teknologi terhadap hasil pertanian, dia pun berharap pada generasi muda tani itu bisa memanfaatkannya. "Mereka kami sebut petani milenial," terang Moeldoko.
Moeldoko menambahkan, HKTI saat ini juga terus membina para petani milineal tersebut. Mereka tergabung dalam Pemuda Petani Indonesia dan Wanita Tani Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono, mengakui, dalam beberapa tahun terakhir, minat generasi muda untuk bertani memang menurun. Menurutnya, petani yang ada saat ini lebih banyak yang berusia 50 tahun ke atas. "Harusnya pemerintah memberikan insentif bagi anak-anak muda supaya mau jadi petani," tandas Ono.