REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT -- Siemens akan memangkas 6.900 tenaga kerja atau sekitar dua persen dari jumlah tenaga kerja mereka secara global. Penyusutan tenaga kerja Siemens terutama di lini energi dan gas.
Sekitar 6.10p tenaga kerja akan Siemens kurangi sebelum 2020 menyusul divisi energi Siemens yang tertekan dengan meningkatnya penggunaan sumber energi terbarukan. Divisi energi Siemens sendiri masih mengandalkan gas dan minyak sebagai sumber energi utama.
''Industri energi tengah mengalami disrupsi, terutama skala dan kecepatan,'' ungkap Direktur Siemens Lisa Davis seperti dikutip Reuters, Kamis (16/11).
Dengan inovasi dan kapasitas produksi yang meningkat cepat, lanjut Davis, sumber energi terbarukan muncul di tengah tekanan. Dampaknya, Siemens harus mengurangi sejumlah pekerja.
Selain gagalnya upaya produksi energi angin melalui unit usaha Siemens Gamesa, sayap bisnis energi Siemens juga kesulitan mencetak laba. Pada kuartal tiga 2017, laba unit bisnis Siemens ini hanya naik 2,9 persen.
Siemens menyatakan, separuh penguranga tenaga kerja akan dilakukan di Jerman. Langkah itu bisa jadi bertentangan dengan kebijakan yang coba dibangun pemerintah di sana.
Diraktur Asosiasi Perdagangan Jerman IG Metall, Juergen Kerner, mengatakan, Siemens terlambat merespon tanda krisis produksi energi konvensional. ''Pengurangan pekerja jelas tak bisa diterima mengingat reputasi perusahaan yang dikenal bagus,'' kata Kerner.
Menteri Ekonomi Jerman Brigitte Zypries meminta Siemens memperlakukan pekerja secara adil. Para pekerja jadi khawatir soal masa depan mereka. ''Kami harap Siemens bekerja sama dengan serikat pekerja dan dapat menemukan solusi yang adil,'' kata Zypries.
Meski begitu, Siemens sendiri masih selamat dengan adanya permintaan energi dari Mesir dengan nilai kontrak sembilan miliar dolar AS dalam dua tahun ke depan.