Kamis 16 Nov 2017 22:09 WIB

Kementan: Sawah Tadah Hujan IP 300 Masih Langka

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir menjelaskan upaya percepatan Indeks Pertanaman 300 (IP 300), Kamis (16/11).
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir menjelaskan upaya percepatan Indeks Pertanaman 300 (IP 300), Kamis (16/11).

REPUBLIKA.CO.ID,MAROS -- Indeks Pertanaman 300 (IP 300) jauh lebih meguntungkan dalam mendorong produksi beras secara nasional. Sebab, lahan pertanian IP 300 dapat melakukan penanaman tiga kali sehari dengan produktivitas mencapai tujuh ton per hektare.

Salah satu lahan IP 300 adalah di Desa Tanete Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Balitbangtan) Muhammad Syakir mengatakan, lahan tersebut merupakan sawah tadah hujan. "Sawah tadah hujan tiga kali setahun karena dia menggunakan pompanisasi," ujarnya, Kamis (16/11).

Hal ini jauh lebih menguntungkan dibansingkan IP 100 yang hanya tanam sekali setahun dengan produktivitas 4-5 ton. Seperti diketahui, air merupakan salah satu pengungkit yang signifikan dalam meningkatkan kegairahan petani dalam mengembangkan ragam komoditas pertanian.

Sawah tadah hujan di desa tersebut tepat hari ini panen seluas 400 hektare. Hal tersebut karena pemanfaatan sumber air yang cukup baik berupa air sumur maupun air tanah dari pompanisasi. "Sehingga 400 hektare serentak panen," tegas dia.

Diakui Syakir, sawah tadah hujan dengan IP 300 masih sangat langka meski bukan mustahil. Cara yang perlu dilakuka adalah dengan pompanisasi.

Pemerintah pun melalui program pembuatan embung berupaya meggalakkan ketersediaan air. Bukan hanya embung, ia melanjutkan, sumber air lain dari parit maupun irigasi biasa juga perlu dimanfaatkan demi pertanian yang lebih baik.

Ia menambahkan, di provinsi ini luas sawah mencapai 625 ribu hektare namun luas panen hanya 1,2 juta hektare setahun. Itu artinya sawah tersebut rata-rata masih IP 200 untuk sawah tadah hujan dan IP 300 untuk sawah irigasi. Bahkan banyak sawah tadah hujan yang masih berada di IP 100.

Ia mengingatkan petani agar tidak pesimis karena berkaca dari Desa Tanete. "Manakala sawah tadah hujan seperti lokasi ini ada sumber air irigasi atau air tanah, itu memungkinkan kita tingkatkan bukan hanya sampai IP 200 tapi juga IP 300. Seperti di lokasi ini," katanya.

Ia pun berharap Desa Tanete menjadi contoh bagi lokasi-lokasi lain. Dengan irigasi yang baik, kata dia, bukan mustahil berbagai ragam tanaman juga bisa dikembangkan di lahan tadah hujan.

Potensi sawah rawa

Dalam rngka mewujudkan swasembada pangan permanen, semua sumber daya yang selama ini tidak begitu potensial diubah menjadi potensial. Syakir mengatakan, selama ini sumber beras Indonesia hanya bertumpu ke padi yang ditanam pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan.

Masih ada potensi lain yang belum disentuh yaitu padi sawah rawa. "Itu potensi besar. Rawa pasang surut ini yang menolong kita saat la nina," ujarnya.

Pihaknya sendiri telah berupaya menghasilkan varietas unggul yang dapat tumbuh di lahan-lahan tersebut "Ini smua sumber daya ini, kita tangani secara simultan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement