REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pakar Ekonomi Syaria Muhammad Syafii Antonio mengatakan Islam memiliki panduan lengkap mengenai transaksi keuangan. Antonio menilai, kehadiran perbankan syariah jangan dipandang mempersempit pasar, melainkan justru memperlebar pasar yang ada.
Menurut Antonio, langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melakukan konversi Bank NTB menjadi Bank NTB Syariah sudah berapa pada jalur yang tepat. "Dengan masuk syariah, bank miliki potensi pembiayaan besar. Misal buka restoran halal yang menikmati bukan hanya orang Islam tapi juga umat agama lain. Jadi kita welcomed kepada siapapun," ujar Antonio dalam sosialisasi konversi Bank NTB Syariah di Islamic Center NTB, Rabu (15/11).
Antonio menjelaskan, persoalan riba sejatinya tak hanya dilarang oleh Islam, melainkan juga pada ajaran agama lain. Dengan begitu, sejatinya konsep perbankan yang menekankan pada pelarangan riba mempersatukan seluruh elemen agama.
"Semua agama melarang riba, meski berbeda dalam agama, (namun) dalam urusan keuangan kita bisa bersatu, Bank NTB jawabannya," lanjut Antonio.
Antonio menyebutkan, potensi bisnis yang berbasis syariah kini tengah naik daun di dunia. Dia mencontohkan, industri halal dari sektor makanan memiliki potensi sebesar Rp 21 triliun dengan suplier terbesar dari Cina, sedangkan Indonesia sendiri hanya menjadi konsumen terbesar.
Potensi besar juga datang dari sektor lain seperti travel berbasis moslem friendly dengan potensi sebesar Rp 3 triliun setiap tahun. Alih-alih merangkul potensi ini, Indonesia justru tertinggal dibandingkan negara lain. Padahal, banyak wisatawan muslim yang ingin berlibur dengan jaminan halal dalam setiap santapan maupun kemudahan ibadah.
"Ada kesan Indonesia justru meninggalkan saudara-saudara yang ada di Timur Tengah, karena mereka lebih memilih berlibur ke Jepang, Korea, hingga Taiwan," ucap Antonio.
Pasar perbankan syariah, lanjut Antonio, sedang menjadi primadona di negara-negara Eropa. Contohnya, Italia, Jerman, Swiss dan Perancis yang telah mulai menerbitkan obligasi berbasis syariah, Sukuk mencapai Rp 20 triliun. Bahkan, Australia sampai mendirikan Moslem Community Cooperative Australia (MCCA) untuk mengakomodir fasilitas KPR syariah.
"Mereka (negara Eropa) ada masalah karena terlalu banyak peminat (perbankan syariah) tapi kekurangan dana," ungkap Antonio.