REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyiapkan langkah mengantisipasi registrasi kartu seluler yang menggunakan NIK dan nomor KK orang lain melalui fitur yang nantinya dapat diakses oleh para pelanggan kartu prabayar.
Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan upaya ini untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan NIK dan nomor KK-nya untuk registrasi oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
Ia mengatakan, melalui fitur tersebut, maka pelanggan dapat mengetahui nomor kartu seluler yang telah didaftarkan melalui NIK dan KK-nya, sehingga bila ada nomor tak dikenal yang mendaftar melalui NIK maupun KK-nya dapat diketahui dan dimintakan untuk di-unregistered ke gerai operator yang bersangkutan.
"Jadi tiba-tiba kalau ada nomor siluman yang saya tidak pernah daftarkan tinggal datang ke gerai dan minta di-unreg (unregistered)," katanya dalam diskusi Forum Merdeka Barat di Jakarta, Selasa (7/11).
Ia mengatakan, untuk unreg tidak disediakan fitur mandiri, pelanggan harus datang ke gerai untuk memastikan identitasnya, sehingga tidak disalahgunakan. "Kita tidak akan menyediakan fitur unreg sendiri karena kalau disediakan sendiri salah-salah orang palsu yang meng-unreg kita," katanya.
Ia dalam kesempatan itu mengingatkan masyarakat untuk tidak menggunakan maupun menyebarkan NIK dan nomor KK orang lain dalam melakukan registrasi kartu seluler karena akan berdampak hukum sesuai dengan UU no 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan. "Jangan lakukan itu, karena ini juga akan berdampak terhadap pelanggaran hukum yang lain," katanya.
Ia mengatakan, ancaman hukuman pidana dan denda sesuai UU Administrasi Kependudukan diberikan kepada mereka yang menggunakan maupun nomor NIK dan KK orang lain tanpa haknya
Ia menambahkan, data NIK maupun KK sebenarnya telah digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan sebelumnya, seperti saat mengajukan kredit ke bank, kredit motor, membuat kartu kuning, dan berbagai keperluan lainnya. Namun demikian, UU Administrasi Kependudukan telah menjelaskan tentang perlindungan data tersebut.
Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan bahwa registrasi yang dilakukan tidak memberikan akses kepada operator untuk menarik data, namun hanya mencocokkan. "Read only (hanya dibaca)," katanya.
Ia menambahkan bahwa saat ini UU Administrasi Kependudukan telah mencantumkan sanksi pelanggaran bagi mereka yang menyalahgunakan data-data kependudukan. Berdasarkan UU Administrasi Kependudukan pasal 94 menyatakan setiap orang yang memerintahkan, memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan elemen data penduduk diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 75 juta.
Pasal 95 menyatakan, setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan dan data pribadi terancam pidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 25 juta.
Sementara, pasal 96A, setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan diancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.