Rabu 01 Nov 2017 09:43 WIB

Pulihkan Pasokan Listrik, Puerto Riko Minta Bantuan AS

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pembangkit listrik, ilustrasi
Pembangkit listrik, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SAN JUAN -- Pascaterjangan badai Maria dan enam pekan upaya perbaikan, Puerto Riko akhirnya meminta bantuan AS untuk memulihkan listrik di sana.

Direktur Eksekutif Otoritas Ketenagalistrikan Puerto Riko (PREPA) Ricardo Ramos mengirimkan surat permintaan bantuan ke penyedia layanan publik di AS. Restorasi energi di negara persemakmuran itu kini menggunakan jasa penyedia layanan publik dan U.S. Army Corps of Engineers setelah Pemerintah Puerto Riko tak lagi menggunakan jasa kontraktor Montana.

Puerto Riko membatalkan kontrak senilai 300 juta dolar AS antara PREPA dengan Whitefish Energy Holdings untuk mengembalikan sistem energi di Puerto Riko sejak awal Oktober. Army Corps sendiri rencananya akan menaikkan nilai kontrak untuk firma Fluor Corp dari 600 juta dolar AS menjadi 840 juta dolar AS, demikian dilansir Reuters, Rabu (1/11).

PREPA yang sudah dinyatakan bangkrut sejak Juli lalu, kini sangat bergantung pada kontraktor seperti Whitefish dan Army Corps untuk membawa bantuan finansial, SDM, dan teknologi ke sana. Pihak PREPA sendiri belum memberi komentar soal hal ini.

Dalam pertemuan dengan Komite Senat, Mayor Jenderal Army Corps Donald Jackson mengatakan, perusahaan penyedia layanan publik enggan ke Puerto Riko karena tak ada jaminan pembayaran kontrak. ''Saat ini ada 150 SDM kontraktor dan 450 tenaga kami bekerja di sana. 500 tenaga kami lain akan tiba akhir pekan ini sehingga di pertengahan November akan ada 1.000 orang di sana,'' ungkap Jackson.

Pasca badai Maria menerjang Puerto Riko pada 20 September baru, listrik yang tersedia di sana baru 30 persen. Army Corps berharap bisa membantu pemulihan sistem kelistrikan Puerto Riko hingga separuhnya pada akhir November ini.

Sebelum badai Irma menerjang, PREPA sudah dibantu Florida Power & Light (FPL) milik NextEra Energy Inc Florida dan berhasil memulihkan listrik untuk sekitar 3,6 juta konsumen dalam 10 hari saja. PREPA tak bisa melakukan hal serupa karena terlilit utang sembilan miliar dolar AS akibat gagal mengumpulkan pendapatan dari pemerintah daerah dan badan-badan pemerintah sehingga PREPA tidak berinvestasi pada perlengakapan dan perawatan sistem.

''PREPA tidak menangani sistem mereka dengan baik atau tidak tau apa yang mereka punya,'' kata Jackson.

Jackson menyebut, tim yang bekerja di sana harus menginventarisasi lebih dulu perlengkapan yang masih ada. Tim di sana juga menghadapi kesulitan dengan harus makan dan tidur di sembarang tempat karena badai merusak banyak rumah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement