REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) menegaskan reklamasi Teluk Jakarta untuk pulau-pulau baru tidak akan dilanjutkan. Namun, untuk reklamasi yang sudah berjalan akan tetap dilanjutkan. Menurut Kalla, membongkar reklamasi yang sudah berjalan dapat memakan ongkos yang lebih besar dibandingkan membangunnya.
"Harus yang dilanjutkan yang sudah ada, kan tidak mungkin dibongkar. Lebih banyak ongkos pembongkarannya daripada membuatnya. Kalau tidak dipakai malah lebih merusak, kalau dipakai kan ada yang memelihara," ujar Jusuf Kalla ketika ditemui di kantornya, Selasa (31/10).
Kalla mengaku sudah membicarakan masalah reklamasi Teluk Jakarta dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam pembicaraan tersebut, Wapres meminta agar reklamasi harus lebih menguntungkan masyarakat dan pemerintah, terutama untuk pulau-pulau yang sudah dibuat. Sedangkan, untuk reklamasi pulau-pulau yang baru, Pemprov DKI Jakarta menegaskan tidak akan melanjutkan pembangunannya.
Baca juga: Anies-Sandi Diwarisi Reklamasi
"Saya sudah bicara juga dengan Anies bahwa penggunaannya harus lebih menguntungkan masyarakat dan pemerintah," kata Kalla.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menegaskan, rencana kerja untuk menghentikan reklamasi sudah menjadi keputusan akhir Pemprov DKI. Keputusan itu juga berlaku untuk penghentian reklamasi atas pulau-pulau yang belum jadi. Sandi menegaskan, posisi gubernur dan wakil gubernur soal penghentian reklamasi merupakan sikap sejak awal.
Saat ini, pemprov sedang menunggu komunikasi dengan DPRD DKI Jakarta selaku pemangku kepentingan untuk menyelaraskan rencana mendatang. Sandi berharap pertemuan dengan DPR dapat direalisasikan pekan depan. "Secara informal sudah, tapi komitmen kami memastikan bahwa reklamasi dihentikan sesuai dengan rencana kerja kami," kata Sandi.
Pemprov DKI sedang melakukan koordinasi untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), termasuk pemanfaatan pulau-pulau yang telah jadi. Kajian ini bersifat terbuka dengan menghadirkan proses yang transparan, penuh keterbukaan, dan keadilan. Sandi mengatakan, masukan untuk mengakomodasi kepentingan publik akan terus ditampung. Hal ini karena beberapa pulau telah terbentuk. Beberapa bangunan juga telah dibangun tanpa izin.
"Itu jadi suatu PR (pekerjaan rumah) bagi kami untuk melihat bagaimana pemanfaatan ke depan," ujarnya.
Saat ini, kasus reklamasi menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengakui KPK sedang melakukan penyelidikan kasus suap pembahasan rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) atau Raperda Reklamasi. Penyelidikan dilakukan untuk mendalami peran korporasi PT Agung Podomoro Land (APL) yang diduga mendapat keuntungan dari pemberian suap yang dilakukan mantan presiden direkturnya, Ariesman Widjaja, kepada mantan anggota DPRD, Mohamad Sanusi.
"Saya lihat dulu, tapi common sense-nya kaitannya itu (suap Ariesman Widjaja kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi)," kata Saut.
Saut menuturkan, dalam pengusutan keterlibatan korporasi terkait kasus suap Raperda Reklamasi, pihaknya juga akan melihat kerugian dari kerusakan lingkungan yang muncul akibat megaproyek pulau buatan tersebut. "Jangan lupa KPK masuk dari kerugian negara, kerugian negara dihitungnya seperti apa. Nah, ini mau dihitung, nelayan rugi berapa, hitungannya tidak gampang, cara hitungnya itu para ahli yang tahu berapa kerugiannya," katanya.
Pada Selasa (31/10) siang, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik menyambangi gedung KPK. Kedatangannya kali ini diduga terkait penyelidikan kasus suap pembahasan Raperda Reklamasi. Taufik yang mengenakan kemeja putih saat tiba di gedung KPK. Dia langsung masuk ke dalam gedung KPK tanpa memberikan keterangan apa pun. Pada Jumat (27/10), KPK juga memeriksa Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah dan beberapa pimpinan SKPD Pemprov DKI yang berkaitan dengan proyek reklamasi.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah mencabut sanksi administratif Pulau C, Pulau D, dan Pulau G. Pencabutan dilakukan karena pengembang telah memenuhi sanksi moratorium dari pemerintah pusat terkait masalah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Atas dasar tersebut, Kemenko Maritim mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017.
Surat tersebut mencabut surat keputusan yang dikeluarkan Rizal Ramli, menko maritim terdahulu, yang pada 2016 menghentikan sementara pembangunan reklamasi. Dalam kutipan surat, disebutkan bahwa penghentian sementara (moratorium) pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta (sebagaimana dalam Surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor 27.1/Menko/Maritim/IV/2016, tanggal 19 April 2016), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
(Sri Handayani, Editor: Agus Raharjo).