Kamis 26 Oct 2017 03:00 WIB

Revisi UU Migas Harus Mengacu Pada RUEN

Rep: intan pratiwi/ Red: Budi Raharjo
Ladang migas (ilustrasi)
Foto: ABC News
Ladang migas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala BPH Migas, Fanshuruallah Asa menilai salah satu panduan revisi UU Migas adalah Rancangan Umum Energi Nasional. RUEN sendiri menurut Ifan, sapaan akrab Fanshuruallah menjadi patokan karena selain untuk melihat proyek kebutuhan dan cadangan energi nasional juga akan menentukan bagaimana kebijakan UU Migas akan terlaksana.

Pemerintah dalam RUEN sebenarnya telah mengatur perencanaan pemanfaatan energi di mana ada pengurangan minyak dan gas bumi dan digantikan energi lain. Jika saat ini porsi penggunaan minyak sebesar 46 persen, maka batu bara dan gas bumi 26 persen dan 23 persen. Sisanya sebanyak 5 persen adalah energi baru dan terbarukan. Maka porsi tersebut akan berubah pada 2025, yakni minyak sebesar 25 persen, gas sebesar 22 persen, batu bara 30 persen dan EBT 23 persen.

Sementara penggunaan minyak dan gas terus ditekan pada 2050, yakni sebesar minyak dan gas bumi masing-masing sebesar 20 persen dan 24 persen. Untuk batu bara dan EBT sebesar 25 persen dan 31 persen. Kehadiran RUEN bisa dilihat melalui konsumsi minyak yang berhasil ditekan dan gas ditingkatkan. Arah kebijakan dalam UU Migas yang baru juga harus bisa merefleksikan rencana tersebut. 

"Karena itu kalau revisi UU ini (migas), maka harus dikaitkan dengan RUEN," ujar Ifan di Hotel Aston, Kuningan, Rabu (25/10).

Disatu sisi, Ifan menjelaskan diperkirakan 15 tahun lagi minyak bumi Indonesia akan habis. Saat ini eranya hilir migas cepat atau lambat Indonesia akan menjadi nett importir 3. Maka, revisi UU Migas kedepan perlu dikaitkan dengan kondisi seperti ini sehingga kedepan negara mempunyai langkah strategis untuk bisa mempertahankan kebutuhan migas tanpa harus menjadi importir.

Selain itu, menurut Ifan dalam Revisi UU Migas kedepan bisa dimasukan isu terkait memaksimalkan potensi pemanfaatan gas bumi.  Ifan menjelaskan pemanfaatan gas bumi cenderung masih banyak tersebar di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia Timur juga memiliki cadangan gas bumi terbanyak mencapai 35,76 persen, terdiri dari Papua 19,03 persen dan Maluku 16,73 persen.

"Untuk itu harus ditingkatkan infrastruktur gas bumi di Indonesia Timur. Kita ingin pecahkan masalah ini dan memberikan rekomendasi pemerintah untuk membangun infrastruktur gas nasional," ujar Ifan.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement