Rabu 25 Oct 2017 13:40 WIB

Kementerian Kehutanan Gelar Konferensi Tenurial 2017

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Elba Damhuri
Menteri LHK Siti Nurbaya memberikan keterangan pers terkait konferensi tenurial 2017, dan program kehutanan sosial, Rabu (25/10).
Foto: Republika/Debbie sutrisno
Menteri LHK Siti Nurbaya memberikan keterangan pers terkait konferensi tenurial 2017, dan program kehutanan sosial, Rabu (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar acar Konferensi Tenurial 2017. Pembukaan Tenurial dilaksanakan di gedung Istana Negara, Rabu (25/10).

Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, konferensi ini pernah dilakukan di Indonesia enam tahun lalu tepatnya di Lombok. Konferensi yang dilaksanakan pemerintah bersama masyarakat sipil dijalankan untuk mendorong adanya pembenahan tata pemerintahan dalam hubungannya dengan penguasaan tanah dan hutan.

Konferensi tenurial tahun ini digagas bersama koalisi Civil Society Organization (CSO) yang tidak kurang dari 44 organisasi. Diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai kalangan, konferensi tenurial kali ini akan mengupas detil implementasi setelah kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi-JK guna membahas persoalan tenurial di tengah masyarakat.

"Konferensi internasional tenuria tahun 2017 sebagai resonansi kebijakan yang sedang terus didorong pemerintah sekarang," kata Siti dalam pembukaan Konferensi Tenurial 2017.

Siti menuturkan, target pemerintah dalam bentuk Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar dan Reforma Agraria seluas 9 juta hektar. Ini merupakan cita-cita dalam semangat NawaCita yang ditegaskan dalam RPJMN 2015-2019.

Program ini juga dibentuk guna menjawab tantangan beragam pola penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam rakyat secara lestari di perdesaan seperti wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pertanian dan perkebunan, wanatani rakyat dan wilayah adat.

Konferensi Ternurial kali ini akan membedah tema-tema kunci mencakup percepatan implementasi perhutanan sosial dan refoma agraria, upaya mengatasi ketimpangan struktur agraria dan kesenjangan ekonomi, pengukuhan Hutan Adat untuk Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan distribusi Manfaat, Pengakuan Hak Tenurial dalam Penanganan Perubahan Iklim, Hak Masyarakat daIam Areal Konservasi, Pengakuan dan Peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, Perlindungan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam Penegakkan Hukum.

Selain itu, konferesi ini juga akan membahas terkait Konflik Tenurial dan Pilihan Penyelesaian Konflik, Ragam Tenurial untuk Melindungi, Mengelola, dan Memulihkan Gambut, Pengembangan Ekonomi Berbasis Masyarakat Melalui Ragam lnovasi dan Investasi UMKM Kehutanan, Peran Swasta dalam Menghormati Hak Tenurial/HAM, serta Ragam Persoalan Tenurial di Kawasan Hutan Lindung dan Taman Hutan Raya.

Siti menuturkan, pertemuan ini akan diprediksi akan menghasilkan sejumlah data yang bisa jadi membuat keputusan terbaru. Pertama, efleksi dan peninjauan terhadap peta jalan, pendalaman perkembangan dalam hal perluasan wilayah kelola rakyat, upaya resolusi konlfik dan kawasan hutan, serta berkenaan dengan hutan adat dan hak amsyarakat adat sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012. Setahun yang lalu di akhir tahun 2016 Yth Bapak Presiden telah secara resmi menegaskan pengakuan hutan adat.

Kedua, konferensi juga diproyeksikan untuk dapat saling berbagi data dan informasi berkenaan dengan khususnya praktik-praktik di lapangan pada agenda reforma agraria dan perhutanan sosial. Saling menimba dan memperkaya praktisi dan pengambil keputusan dalam menghadapi peluang dan tantangan untuk memajukan pengelolaan hutan oleh masyarakat.

Ketiga, melalui konferensi ini diproyeksikan kesepahaman yang utuh bersama para pelaksana di tingkat pemerintahan, organisasi masyarakat sipil pendukung dan pendamping langsung masyarakat. Juga masyarakat desa dan desa hutan dalam implementasi Program Reforma Agraria, Perhutanan Sosial, Legalisasi dan Redistribusi Tanah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement