REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Suara mesin obras terdengar memenuhi ruangan berukuran 3x3 meter dengan dua sisi pintunya yang terbuka. Tumpukan kain rajut berpola topi terlihat berkurang satu per satu untuk dirapikan dengan mesin obras. Berganti menjadi tumpukan topi kupluk rajut siap pakai.
Setiap hari, tak kurang dari 10 pekerja memproduksi aneka aksesories rajutan di PD Mutia Jaya, Kubang Beureum RT 007 RW 011 Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buah Batu, Bandung. Nur Pawit (54), pemilik PD Mutia Jaya telah berhasil mengembangkan usaha yang dia rintis sejak 2000. Kini, usaha rajutannya telah menghasilkan omzet mencapai Rp 500 juta sampai Rp 600 juta per bulan.
Bapak tiga anak itu bercerita, usaha rajut dia rintis mulai dari nol. Bahkan pada 2003-2004 dia memproduksi aksesories rajutan dengan bantuan lampu petromaks saat malam hari. Sebab, saat itu di rumahnya belum teraliri listrik.
Produksi rajutan ditangani sendiri oleh Nur Pawit dan Marni, istrinya, dengan dibantu dua tenaga kerja. Dia juga memberdayakan anak-anaknya saat memiliki waktu luang. Dia hanya mengandalkan keuntungan berjualan untuk dibelikan bahan benang rajut kembali. Saat itu, omzetnya sekitar Rp 100 juta sampai Rp 200 juta per bulan.
Kemudian, pada 2013 Nur Pawit tertarik untuk mengajukan pinjaman ke bank. Dipilihlah Bank Syariah Mandiri (BSM) yang dianggap sesuai dengan tujuannya berwirausaha.
"BSM itu kalau kita ada apa-apa mereka dampingin, kalau ada kesulitan kita konsultasi. Saya pilih BSM karena pencairan tidak lama ya sepekan. Pendampingan yang kami butuhkan, soal margin tidak terlalu menjadi pertimbangan" ujarnya.
Kini, Nur Pawit bisa menyekolahkan tiga anaknya di perguruan tinggi dari hasil usahanya. Dia juga memperluas bangunan usaha yang menjadi satu dengan rumahnya. Bahkan, pria yang hanya lulusan SD tersebut telah memiliki 10 tenaga kerja.
"Setelah dibantu BSM alhamdulillah, kami mengambil syariah ini pengen belajar syariah, siapa tahu mendapat berkahnya. Alhamdulillah ada berkahnya," ucap Nur Pawit saat ditemui wartawan di lokasi usahanya, Senin (23/10).
Produk rajutan Nur Pawit dipasarkan di Bandung, wilayah Jawa Barat, hingga luar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Produknya dijual dengan kisaran harga Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu. Jika dihitung dari nominal omzet, Nur Pawit bisa memproduksi sekitar 60 ribu produk dalam sebulan. Produk rajutan tersebut antara lain, topi kupluk, syal, tas rajut, hingga baju rajut.
Ke depan, Nur Pawit memiliki keinginan untuk memperluas usahanya. Caranya dengan membeli mesin rajut komputer agar produksi baranh semakin cepat dan efisien. Karenanya, ia mempertimbangkan untuk meningkatkan nominal pinjaman kepada BSM untuk mendukung pengembangan usahanya.
Area Manager Bandung Ahmad Yani BSM, Ficko Hardowiseto, mengatakan, mengatakan, plafon pembiayaan mikro di BSM maksimal Rp 200 juta. Nasabah Nur Pawit telah tiga kali mengajukan pembiayaan dari awalnya hanya Rp 100 juta menjadi Rp 200 juta. "Tujuan kami nasabah mikro omzetnya semakin bertambah dengan bantuan dari BSM menjadi segmen small yang di atas Rp 200 juta," kata Ficko.
Menurut Ficko, sektor riil menjadi salah satu target market mikro BSM. Dia menilai, nasabah mikro seperti Nur Pawit mempunyai prospek ke depan untuk naik kelas menjadi nasabah segmen usaha kecil.
Ficko menyebutkan, total pembiayaan mikro di Jawa Barat sebesar Rp 280 miliar per September 2017 dengan pertumbuhan 10 persen (yoy). Khusus Area Bandung Ahmad Yani pembiayaan mikro sebesar Rp 150 miliar per September 2017.
Dari pembiayaan tersebut, rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) tercatat sekitar 1,4 persen. Saat ini, margin pembiayaan segmen mikro sebesar 0,8 persen per bulan atau 11 persen per tahun.
"Sektor usaha di Bandung sangat variatif, ada kuliner, grosir, pakaian, tapi kami juga fokus ke pegawai berpenghasilan tetap. Portofolionya 50 persen sektor riil UMKM, satunya golongan berpenghasilan tetap sampai dengan Rp 50 juta," ujar Ficko.