REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mendorong penyelesaian Bandara New Yogyakarta International Airport di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama terkait analisis mengenai dampak lingkungan dan pembebasan lahan.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Maritim Ridwan Djamaluddin dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (12/10), mengakui masalah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) memang belum sepenuhnya selesai.
"Amdal belum sepenuhnya selesai, dalam waktu dekat kami akan undang pihak terkait masalah ini," katanya.
Adapun mengenai pembebasan lahan yang juga belum sepenuhnya selesai, Ridwan menegaskan akan mengejar penuntasan pembebasan lahan itu hingga 100 persen.
"Untuk pembebasan lahan akan terus kami monitor. Kalau tidak ada masalah, kami lihat dulu prosesnya, semoga tidak ada hambatan. Angkasa Pura akan kami bantu fasilitasi untuk menyelesaikan masalah pembebasan lahan," katanya.
Letak geografis Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulonprogo di selatan Pulau Jawa ditengarai rawan bencana, terutama gempa bumi dan tsunami.
Namun, pemerintah pusat telah menyiapkan dan memiliki berbagai opsi mitigasi bencana yang akan diimplementasikan dalam pembangunan bandara tersebut.
Beberapa waktu lalu, Kemenko Maritim bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Sekretariat Kabinet (Setkab).
Pemerintah daerah dan perwakilan masyarakat serta para akademisi sudah menyelenggarakan workshop mengenai potensi bahaya gempa bumi dan tsunami beserta metode mitigasi di Universitas Gajah Mada, DI Yogyakarta.
Dari acara tersebut, dihasilkan adanya berbagai opsi yang meliputi kekuatan bandara yang tahan gempa, penerapan gumuk-gumuk pasir, penanaman cemara udang dan mangrove. Sosialisasi mitigasi bencana kepada para warga agar cepat tanggap saat menghadapi bencana juga menjadi hal yang perlu ditekankan.
Bandara NYIA di Kulonprogo diharapkan mulai dapat dioperasikan pada 2019 guna mengurangi beban Bandara Adi Sutjipto yang sudah melebihi kapasitas.