Selasa 10 Oct 2017 17:15 WIB

Terkait Dana Haji, Bank Syariah Diminta Lebih Kreatif

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Tabungan haji menyimpan dana calon jamaah Haji
Foto: jurnalhaji.com
Tabungan haji menyimpan dana calon jamaah Haji

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berencana mengalihkan penempatan dana haji yang saat ini mayoritas berada di instrumen dana pihak ketiha (DPK) perbankan syariah. Karenanya, perbankan syariah diminta untuk lebih berinovasi dalam menciptakan produk-produk investasi baru untuk penempatan dana haji.

Ketua Dewan Pengawas BPKH, Yuslam Fauzi, Undang-Undang No 34 Tahun 2014 memberikan wewenang investasi yang luas kepada BPKH dalam menempatkan dana haji. Penempatan dana haji bisa di bank syariah, surat berharga, emas, investasi langsung dan inveatasi lainnya.

"Dana haji kita saat ini Rp 100 triliun, akhir tahun menjadi Rp 101 triliun. Dari dana tersebut 65 persen ada di BPS BPIH dan 35 persen ada di sukuk haji. Sekarang ada 17 BPS BPIH dimana sembilan bank umum syariah dan unit usaha syariah serta delapan BPD," kata Yuslam dalam acara Diskusi BPKH yang digelar dalam rangkaian acara Islamic Tourism Expo 2017 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Selasa (10/10).

Tujuh belas Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) tersebut yakni,Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Muamalat, Bank Mega Syariah, BTN Unit Usaha Syariah, Bank Panin Syariah UUS, Bank Permata Syariah UUS, Bank CIMB Niaga Syariah UUS, BPD Aceh Unit Usaha Syariah, BPD Sumut Unit Usaha Syariah, BPD Nagari Unit Usaha Syariah, BPD Riau Unit Usaha Syariah, BPD Sumsel Babel Unit Usaha Syariah, BPD DKI Unit Usaha Syariah, BPD Jateng Unit Usaha Syariah, dan BPD Jatim Unit Usaha Syariah.

Yuslam menyebut, biaya riil ibadah haji tahun 2017 mencapai Rp 70 juta, padahal peserta hanya membayar Rp 35 juta. Sisanya disubsidi oleh imbal hasil (return) penempatan dana haji.

"Tahun 2017 harus dipikirkan penempatan dana haji masuk ke instrumen-instrumen non perbankan syariah. Sudah kami siapkan sesuai rencana strategis itu kira-kira mulai 2018," terang Yuslam.

Koordinator Badan Pelaksana BPKH, Anggito Abimanyu, menyatakan dari sisi investasi untuk tahap pertama BPKH lebih mempertimbangkan aspek keamanan dan profesionalitas. Dia menyebutkan sasaran nilai dana kelolaan haji pada 2017 sebesar Rp 101,6 triliun menjadi Rp 110,9 triliun pada 2018, kemudian pada 2019 menjadi Rp 121,1 triliun, pada 2020 menjadi Rp 131,8 triliun, menjadi Rp 143,3 triliun pada 2021 dan kemudian pada 2022 menjadi Rp 155,4 triliun.

"Dana yang disimpan di DPK dalam bentuk deposito syariah akan diturunkan dari 55 persen pada 2018 menjadi 30 persen pada 2022," terang Anggito.

Di samping itu, dana haji rencananya akan ditempatkan pada instrumen lain seperti sukuk dana haji Indonesia (SDHI), surat berharga syariah negara (SBSN), sukuk korporasi, serta penyertaan atau investasi langsung. Masing-masing penempatan SDHI dari 35 persen pada 2018 menjadi 30 persen pada 2022, SBSN dari 5 persen menjadi 10 persen, sukuk korporasi dari 5 persen menjadi 10 persen, serta investasi langsung dari nol persen menjadi 20 persen.

"Meski sudah mengumpulkan dana Rp 100 triliun tapi kita harus menyediakan ketersediaan likuiditas kebutuhan dua kali pelaksanaan haji. Sehingga 20 persen ditempatkan investasi jangka pendek, tidak boleh diinvestasikan dalam instrumen jangka panjang," imbuh Anggito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement