REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Langkah PT Minna Padi Investama mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia (Tbk) dinilai tepat. Hal ini karena dengan akuisisi tersebut, Bank Muamalat bisa bertahan.
Presiden Direktur Karim Consulting Indonesia (KCI) Adiwarman Karim mengatakan, tambahan modal untuk Bank Muamalat bisa mencapai Rp 4 triliun. Hal itu dengan perhitungan asumsi menggunakan strategi penyelamatan bad bank and good bank dengan perhitungan modal bank serta antisipasi pemberlakuan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) 71 termasuk kepada bank syariah sehingga pengaruh Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) akan naik 30 sampai 40 persen.
"Angka itu membuat bank secara regulasi dapat berjalan. Hal itu bahkan masuk pada bank BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha) 3," ujar Adiwarman kepada Republika.co.id, Ahad (8/10).
Hanya saja, menurutnya, tambahan modal ini belum cukup untuk memulihkan bank menjadi sehat, kuat, dan stabil per Desember 2018. Dengan begitu diperlukan tambahan bisnis baru. "Diperlukan tambahan bisnis baru sekitar Rp 20 triliun di 2018. Oleh karena itu yang diperlukan bukan sekadar investor baru tapi strategic investor yang juga dapat membawa tambahan bisnis baru," kata Adiwarman.
Hal ini, kata dia, supaya bisa segera membuat bank sehat kuat serta stabil sampai akhir 2018. Melalui pengakuisisian itu pula, menurutnya, memberi pijakan untuk menjadi sehat kuat dan stabil hingga semester I 2020. Adiwarman menuturkan, keberhasilan di 2019 nantinya memungkinkan pertumbuhan bisnis anorganik di awal 2020. Salah satunya yakni mengakuisisi bank syariah lain.
Upaya itu juga bisa membuat penyehatan pembiayaan bermasalah lebih kredibel. Dengan begitu tingkat recovery pembiayaan bisa mencapai 50 persen hingga 70 persen. "Dalam beberapa kasus bahkan recovery dapat mendekati 90 persen," ujarnya.
Selain itu, Adiwarman menyatakan, kembalinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pemegang saham merupakan salah satu komponen keberhasilan membangun postur serta gestur bank. Sebagai informasi, selama ini saham MUI di Bank Muamalat sangat kecil, saham mayoritas bank syariah pertama di Indonesia tersebut dikuasai oleh asing yakni sebanyak 32,7 persen saham dikuasai Bank Pembangunan Islam (IDB) lalu 19 persen dan 17 persen lainnya dipegang oleh Atwill Holdings Limited serta National Bank of Kuwait.