REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah masih menghadapi sejumlah tantangan untuk dapat terus maju dan mensejahterakan masyarakat. Dalam peran membantu pemerataan ekonomi, perbankan syariah terkendala akses perbankan yang masih rendah. Belum lagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang juga belum banyak tergarap.
Plt Dirut BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo mengatakan, indeks pemerataan ekonomi Indonesia mencapai 0,39 persen yang berarti kurang merata. Akses perbankan masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra yang sekitar 75 persen, sementara di wilayah Timur hanya 10 persen.
''Banyak yang belum masuk ke sana. Perbankan syariah nasional sempat tumbuh cepat, tapi masih kecil dan tersebar,'' ungkap Firman pada acara Rembuk Republik bertajuk "Industri Syariah dan Pemerataan Ekonomi" di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (5/10).
Sektor garapan perbankan syariah pun masih di seputar perdagangan, pengolahan serta pertanian, perburuan, dan kehutanan. Sementara segmen UMKM belum tergarap menyusul literasi dan inklusi keuangan juga masih rendah sehingga pekerjaan rumah perbankan syariah memang banyak.
Salah satu bagian dari maqasid syariah (tujuan syariah) adalah menjaga harta. Salah satu caranya dengan melaksanakan wakaf.
BNI Syariah bekerja sama dengan beberapa nazhir untuk kembangkan wakaf. Karena keuangan syariah bukan sekadar kejar laba, tapi juga kebaikan. Wakaf yang dikelola produktif dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
Rembuk Republik merupakan acara diskusi bergai topik krusial yang diselenggarakan Republika secara rutin. Pada Rembuk Republik kali ini, Republika bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengangkat tema "Industri Keuangan Syariah dan Pemerataan Ekonomi".