REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah membentuk tim khusus untuk menangani tanggapan Freeport yang menolak mekanisme divestasi saham. Tim tersebut akan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Itu ada tim sendiri yang sedang negosiasi sekarang. Nanti Kementerian Keuangan akan bicara dengan Kementerian ESDM, akan bicara dengan Kementerian BUMN. Sedang dalam proses," ujar Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo di Jakarta, Selasa (3/10).
Menurutnya, tim tersebut tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak di pemerintahan. Wakil pemerintah dalam perundingan dengan Freeport yakni berasal dari Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian BUMN.
"Kita ambil yang terbaik dari situ," ujar Mardiasmo.
Mardiasmo mengaku dia tidak termasuk dalam tim tersebut karena masih harus mengatur peraturan pemerintah tentang pembagian bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas atau gross split.
"Itu sedang dalam tim. Jadi saya akan menjawab yang mengenai gross split yang sedang kita lakukan maupun yang PLN. Kalau yang berkaitan dengan itu (Freeport) tanya kepada timnya sendiri," ujar Mardiasmo.
Surat penolakan Freeport atas skema divestasi 51 persen sahamnya yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto beredar ke publik. Surat yang tertulis pada 28 September 2017 ditandatangani oleh Presiden and Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc, Richard C Adkerson.
Kedua, Indonesia ingin valuasi saham divestasi dihitung berdasarkan manfaat usaha pertambangan sampai 2021. Keinginan ini ditolak Freeport yang menginginkan nilai saham dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dan menghitung nilai ekonomis sampai 2041. Adkerson menyatakan Freeport memiliki kontrak operasi sampai 2041.
Ketiga, Indonesia ingin divestasi dilakukan dengan menerbitkan saham baru atau rights issue dan diserap Indonesia. Akan tetapi, usulan tersebut tidak diterima Freeport yang menilai bisa menurunkan nilai saham Freeport Indonesia.
Keempat, Indonesia menyatakan harus memperoleh 51 persen dari total produksi dari seluruh wilayah yang termasuk dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus. Akan tetapi, Freeport tetap menginginkan divestasi dilakukan berdasarkan nilai pasar wajar dari bisnis saat ini sampai 2041.
Kelima, pemerintah meminta Freeport segera menanggapi permintaan uji tuntas dari Kementerian BUMN termasuk kemudahan akses data. Terkait hal ini, Adkerson menyatakan Freeport menyanggupi hal tersebut.