REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan persoalan divestasi Freeport Indonesia saat ini bukan menjadi tugas Kementerian ESDM. Sebelumnya, Freeport menolak proposal mekanisme divestasi saham yang ditawarkan pemerintah Indonesia.
"Karena divestasi (PT Freeport Indonesia) arahan Presiden menugaskan Ibu Rini (Menteri BUMN). Bukan di saya," kata Jonan ditemui di Istana Negara, Senin (2/10).
Menurut Jonan, sejauh ini dia belum membaca surat penolakan dari Freeport per 28 September yang ditujukan ke Kementerian Keuangan, bukan ke Kementerian ESDM. Dia mengatakan jika surat tersebut ditembuskan kemungkinan besar berada di Dirjen Minerba.
Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan bahwa divestasi Freeport Indonesia masih dibicarakan di tingkat Kementerian terutama di Kementerian Keuangan.
"Jadi kami akan bertemu dengan Kementerian Keuangan, masih dalam koordinasi. Jadi saya belum bisa berkomentar apa-apa," ujarnya.
Surat penolakan Freeport tersebut tertuang dalam surat CEO Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson pada 28 September 2017. Surat tersebut merupakan balasan atas surat Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Indonesia, Hadiyanto. Kementerian Keuangan menyurati induk usaha PT Freeport Indonesia terkait kelanjutan divestasi 51 persen saham PTFI. Adkerson menyatakan proposal yang ditawarkan pemerintah Indonesia tidak mencerminkan diskusi sebelumnya dan semangat solusi win-win.
Dalam surat Adkerson, ada lima poin surat dari Kementerian Keuangan yang ditanggapi Freeport. Pertama, divestasi 51 persen saham PTFI diselesaikan paling lambat 31 Desember 2018, dijawab Freeport dengan menyatakan tidak ada kewajiban divestasi saat ini jika mengacu ke kontrak karya PTFI.
Kedua, Indonesia ingin valuasi saham divestasi dihitung berdasarkan manfaat usaha pertambangan sampai 2021. Keinginan ini ditolak Freeport yang menginginkan nilai saham dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dan menghitung nilai ekonomis sampai 2041. Adkerson menyatakan Freeport memiliki kontrak operasi sampai 2041.
Ketiga, Indonesia ingin divestasi dilakukan dengan menerbitkan saham baru atau rights issue dan diserap Indonesia. Akan tetapi, usulan tersebut tidak diterima Freeport yang menilai bisa menurunkan nilai Freeport Indonesia.
Keempat, Indonesia menyatakan harus memperoleh 51 persen dari total produksi dari seluruh wilayah yang termasuk dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus. Akan tetapi, Freeport tetap menginginkan divestasi dilakukan berdasarkan nilai pasar wajar dari bisnis saat ini sampai 2041.
Kelima, pemerintah meminta Freeport segera menanggapi permintaan uji tuntas dari Kementerian BUMN termasuk kemudahan akses data. Terkait hal ini, Adkerson menyatakan Freeport sedang menyiapkannya.