REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menilai komoditas belum bisa dijadikan sebagai mesin pertumbuhan utama kendati saat ini harganya mulai membaik. Sebab, kata dia, harga komoditas amat ditentukan oleh kondisi global yang sangat dinamis.
"Di satu sisi memang harga komoditas mulai membaik dan pasar tradisional kita seperti Cina, Eropa, dan Amerika juga sudah menunjukkan arah perbaikan. Tetapi kondisinya masih belum stabil," ujar Shinta, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (17/9).
Ia memandang, daripada bergantung pada ekspor komoditas, pemerintah harusnya fokus pada upaya menarik investasi dan mendorong daya beli masyarakat. Sebab, investasi akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan daya beli akan menggairahkan sektor ekonomi riil. Shinta yakin, keduanya dapat menjadi lokomotif pertumbuhan yang kuat jika digerakkan bersama-sama.
Sejumlah komoditas yang menjadi andalan Indonesia memang tengah mengalami perbaikan harga sejak beberapa bulan terakhir. Ekonom Indef Bhima Yudistira memprediksi harga sejumlah komoditas, khususnya untuk produk minyak mentah, CPO dan batu bara, akan terus naik sampai 2018 mendatang. Faktor utamanya, menurut dia, karena negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama Indonesia mengalami perbaikan ekonomi.
Selain itu, Bhima mengatakan, harga komoditas juga akan membaik karena pasokan minyak di Amerika Serikat dan Timur Tengah yang mulai terbatas. Hal ini setidaknya tercermin dari kinerja ekspor bulan Agustus lalu. Pada periode Januari-Agustus 2017, ekspor ke Cina naik 51,49 persen, India naik 51,9 persen dan Amerika Serikat naik 11,1 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.