REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Formulasi kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dinilai oleh beberapa pedagang membawa dampak merugikan. Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sjukrianto menjelaskan, harga cukai rokok yang naik akan berdampak pada daya beli masyarakat.
“Jangan selalu setiap tahun menaikkan cukai. Yang jelas imbasnya ke pedagang, kalau harga naik, apalagi di tengah daya beli konsumen yang melemah, maka otomatis omzet berkurang. Sebaiknya ditahan jangan dinaikkan dulu cukainya sampai daya beli masyarakat membaik," kata Sjukri, Kamis (7/9).
Sjukri menilai formulasi cukai rokok dengan angka target pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi atau 8,9 persen, memperoleh penolakan dari para pelaku pasar. Estimasi kenaikan tarif CHT sebesar 8,9 persen pada tahun 2018 dipandang akan merugikan pendapatan para pedagang eceran.
Sjukri meminta pemerintah tidak hanya mengejar aspek penerimaan negara dalam menyusun kebijakan tarif CHT, tetapi juga memerhatikan keberlangsungan industri hasil tembakau tembakau, khususnya para pedagang yang sekarang terkendala penurunan omzet.
Sjukri juga berharap pemerintah dapat terus memperhatikan enam juta orang yang mengandalkan industri tembakau nasional, termasuk di dalamya para pedagang dan pengecer rokok.
Senada dengan Sjukri, Ketua Paguyuban Pedagang Eceran di Mataram, M Saleh Taswin mengaku, kondisi saat ini cukup sulit bagi pedagang eceran untuk meningkatkan penjualan. "Pasalnya daya beli masyarakat sedang turun," katanya.
Saleh bercerita, untuk di daerah Mataram saja, sejak tahun lalu terjadi penurunan penjualan antara 15 sampai 25 persen. "Ini dikarenakan adanya kenaikan cukai yang berimbas pada harga eceran," lanjutnya.
Sukmowati, ketua paguyuban pedagang eceran di Yogyakarta, berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan menaikkan cukai tahun depan mengingat keadaan industri yang lagi terpuruk. Ia juga mengingatkan, keterpurukan ini bukan hanya dirasakan pemilik toko eceran tapi juga akan berdampak kepada pegawai toko.