REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Peneliti peternakan dan kesehatan hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Mohammad Yamin menyebutkan, tingkat konsumsi daging pada Hari Raya Idul Adha kali ini tidak meningkat signifikan. Hal itu disebabkan, masih banyak masyarakat yang menganggap daging hewan ternak lebih banyak menimbulkan penyakit dibandingkan manfaatnya.
"Di dalam daging ternak kan ada protein hewani. Dan kandungan itulah justru berguna untuk mencerdaskan dan menunjang pertumbuhan manusia," kata Yamin yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Peternakan IPB, pada Republika.co.id, Sabtu (2/9).
Menurut data yang dia peroleh, tingkat konsumsi daging nasional masih rendah, yakni 11,6 kilogram per kapita per tahun. Peringkat Indonesia diakui masih jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia (52,3 kg), Filipina (33 kg) dan Thailand (25,8 kg). Ia menyebut tingkat konsumsi daging di negara maju seperti Amerika dan Australia sudah capai 120 kg dan 111 kg.
Yamin juga menyayangkan, karena di luar banyak propaganda agar remaja dapat membatasi konsumsi daging ternak. Padahal menurut dia, propaganda itu keliru. "Memang betul ada kaitannya dengan orang yang sakit, tapi lebih karena pola makannya (salah), bukan daging yang dimakannya (tidak sehat)," kata dia.
Selain faktor propaganda, Yamin melanjutkan, banyak kesalahan yang ditemukan dalam pengolahan daging hewan ternak sehingga mengurangi kualitas dan rasa olahan daging tersebut. "Karenya ini jadi tantangan dan PR para ahli dan praktisi peternakan. Mereka dituntut memproduksi hewan ternak yang berkualitas namun harganya terjangkau oleh masyarakat," kata dia.