REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia akan lebih besar sejak disepakatinya pergantian dari kontrak karya ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Total penerimaan negara dari operasi Freeport di Indonesia akan lebih besar dari yang selama ini diperoleh menggunakan basis kontrak karya. Ini sesuai dengan pasal 169 huruf C dari UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, " kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut masih enggan mengungkap berapa porsi penerimaan negara yang lebih besar tersebut. Kepastian mengenai lebih besarnya penerimaan negara akan diletakkan dalam lampiran IUPK. Lampiran tersebut yang akan menjelaskan kewajiban-kewajiban PTFI untuk menyetorkan penerimaan negara baik dalam bentuk royalti, PPh, PPN, PBB, pajak daerah, dan pembagian penerimaan antara pusat dan daerah.
"Kami akan tuangkan dalam PP yang tidak hanya untuk PTFI, namun juga seluruh perusahaan mineral di Indonesia dengan IUPK, yang kemudian memuat berbagai macam komponen dalam penerimaan negara yang harus disetorkan," kata Sri Mulyani.
Pemerintah RI dan PT Freeport Indonesia telah melakukan perundingan kesepakatan tahap akhir terkait perpanjangan kontrak penambangan di Indonesia. Kesepakatan perundingan tersebut antara lain, pertama, divestasi yang akan dilakukan PTFI menjadi 51 persen.
Kedua, Freeport sepakat untuk bangun "smelter" sampai dalam jangka waktu lima tahun, sejak IUPK-nya diterbitkan. Secara detailnya akan dilampirkan pada keterangan selanjutnya. Ketiga, Freeport telah sepakat untuk menjaga besaran penerimaan negara. "Perundingan ini tidak mudah, karena kami sangat tegas menjaga kepentingan Indonesia, maka dari itu tiga poin itu 'non-negotiable'," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Kontrak Freeport Diperpanjang Bertahap dengan Syarat