REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Regulator transportasi Filipina akan mencabut penangguhan Uber Technologies Inc, jika perusahaan tersebut bersedia membayar denda sebesar 3,7 juta dolar AS. Jumlah ini 20 kali lipat lebih besar dari pembayaran yang ditawarkan oleh perusahaan jasa transportasi online asal Amerika Serikat (AS) itu.
Regulator transportasi Filipina menghentikan operasi Uber selama satu bulan mulai 14 Agustus 2017, karena dinilai telah mengabaikan aturan pemerintah setempat terkait penerimaan pengemudi baru. The Land Transportation Franchising and Regulatory Board mengatakan, akibat pelanggaran tersebut, Uber secara kolektif juga harus membayar upah para pengemudinya sebesar hampir 20 juta peso setiap hari selama masa penangguhan operasional berlaku.
Pembekuan Uber ini telah menarik perhatian publik, karena banyak pelanggan Uber di Filipina yang menganggap bahwa layanan transportasi tersebut lebih handal dan kompetitif dibandingkan dengan layanan transportasi umum yang sudah tersedia. Saat ini terdapat sekitar 67 ribu pengemudi Uber di Filipina. Anggota dewan The Land Transportation Franchising and Regulatory Board Aileen Lizada mengatakan, pendapatan harian Uber bisa mencapai 10 juta peso dengan 150 ribu perjalanan.
"Pencabutan penangguhan operasional akan tergantung pada pembayaran denda," ujar Lizada dilansir Reuters, Ahad (27/8).
Penangguhan operasional Uber ini justru menyebabkan lonjakan permintaan untuk layanan transportasi berbasis aplikasi lainnya yakni Grab. Hal ini tampak dari adanya antrian pengguna Grab di sejumlah tempat umum seperti mal dan perkantoran.
Senator Filipina Grace Poe mengatakan, dia telah berupaya mempertemukan antara Uber dan The Land Transportation Franchising and Regulatory Board untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Menurut Poe, denda besar yang dijatuhkan untuk Uber semestinya bisa menjadi bahan evaluasi.
"Denda tersebut membuat Uber memikirkan kembali tindakannya dan mengevaluasi lagi strateginya," kata Poe.