REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Perusahaan Taksi Citra di Malang Raya menilai, teknologi dalam jaringan (daring) pada transportasi sebenarnya sudah tidak bisa dihindari. Hanya saja, Direktur Taksi Citra Rudy Haryanto berharap pemerintah dapat membatasi tarif yang tidak merugikan transportasi konvensional.
"Pemerintah perlu turut andil dalam kuota dan tarif agar tidak terlalu jauh dari tarif kendaraan konvensional. Kalau tidak begitu, dapat terjadi benturan di bawah," ujar Rudy saat dihubungi Republika, Kamis (24/8).
Menurut Rudy, sejauh ini tarif transportai konvensional diatur oleh pemerintah dengan patokan tertentu. Sementara kendaraan daring tidak ada batasan dari pemerintah yang berarti ditentukan oleh perusahaan aplikasi.
Melihat situasi ini, dia menyarankan, pemerintah agar bisa sama-sama mengatur tarif bawah maupun atas pada transportasi daring demi menghindari hal yang tak diinginkan. "Jangan terlalu rendah sama yang konvensional, apalagi kalau lagi ada promo yang tarifnya bisa Rp 10 ribu. Itu kan tidak masuk akal, bisa saling bunuh-bunuhan nanti dan yang kena kan pengemudinya," tegas dia.
Perusahaan Taksi Citra sendiri belum lama ini telah mengintegrasikan diri dengan sistem daring. Hingga saat ini sudah 150 taksi yang terjaring dalam sistem teknologi ini, baik di Malang Raya maupun Batu. Dengan kata lain, hanya 40 persen taksinya yang belum dilibatkan dalam sistem ini secara berangsur.
Adapun sistem tarifnya, Rudy menjelaskan, terdapat dua konsep yang diterapkan. Dalam hal ini tarif menyesuaikan sistem apa yang dipakai pengemudi saat mengantar pelanggan. "Kalau yang dapatnya daring ya pakai tarif daring. Begitu juga dengan konvensional sesuai di mana pelanggan diambil lalu diantarkan," tambahnya.
Seperti diketahui, sopir-sopir taksi Citra bisa mendapatkan pelanggan lewat fitur layanan Go-Car pada aplikasi Go-Jek. Selain Citra, perusahaan taksi di Malang lainnya juga mulai mengikuti sistem ini seperti Argo Perdana dan Argo Mandala dengan sistem kerja sama.