REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sejumlah pengusaha taksi di Kota Semarang mengaku tak mempersoalkan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pencabutan sejumlah pasal Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 26 Tahun 2017 tentang transportasi daring.
Meski begitu, keberadaan taksi daring ini tetap harus diatur agar iklim usaha dan persaingan transportasi di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini tetap sehat. “Kami menganggap putusan MA itu betul dan kami siap melaksanakannya, tapi apakah tidak penting pengaturan,” ungkap Direktur Puri Kencana Taksi, Agus Sutopo, di Semarang, Kamis (24/8).
Ia menegaskan, kalau ke depan keberadaan taksi daring ini tidak diatur, sudah dapat dipastikan dampaknya akan jauh luar biasa. Sebab, di mana- mana yang namanya transportasi tetap harus diatur.
Yang perlu disadari oleh penyedia taksi daring, mengatur ini bukan membatasi. Namun mengatur untuk memikirkan dampaknya. “Apa yang terjadi jika semuanya dibuat bebas dan lepas dari aturan, bisa bubar mas!,” tegasnya.
Agus juga menyampaikan, dalam persoalan taksi daring ini ia melihat ini hanya memberi peluang sesuatu berdasarkan undang undang ekonomi terbuka dengan kemasan bisnis transportasi.
Bisnis kami –para pengusaha transportasi—jelas diatur oleh peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan. Karena usahanya jasanya jelas, jasa transportasi. Bukan izinya dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tapi usahanya transportasi.
Ia menganalogikan, masalah ini dengan Stadion Gelora Bung Karno. Siapapun bebas dan boleh menonton pertandingan sepakbola jika memegang tiket. Namun apakah mungkin stadion tersebut diisi penonton melebihi kapasitasnya.
Kalau semua warga Jakarat mau menonton dan mengisi stadion Gelora Bung Karno tentunya tidak muat, bahkan bisa jadi stadion tersebut bisa ambruk. “Saya kira, masalah ini juga sama, kalau tidak diatur semua 'jor- joran', tidak ada izin lantas bagaimana ini,” tandasnya.
Ia juga mengaku, saat ini mengoperasikan 100 an armada taksi dan belum berniat untuk masuk ke dalam bisnis aplikasi. Sebab –menurutnya—rejeki 'di jalan' tetap ada, walaupun saat ini para pengemudi sudah mulai mengelu dengan keberadaan taksi daring.
“Namun, sekarang lihatlah di jalan, populasi trasnportasi daring semakin banyak. Bahkan menjadi booming dengan mudahnya orang membawa pulang mobil cukup dengan uang muka Rp 10 juta dan dibisniskan untuk transportasi daring,” tandasnya.
Direktur New Atlas Taksi, Tutuk Kurniawan menuturkan, pascaterbitnya putusan MA, yang dipersoalkan para pengusaha transportasi (taksi) di daerah adalah keberadaan taksi pelat hitam yang mengangkut penumpang.
Meski perusahaannya –saat ini-- telah masuk dalaam bisnis aplikasi dengan mengoperasionalkan 200 armada Grab dan 100 armada Go- Car, ia juga melihat putusan MA ini tidak melihat di lapangan berapa pengusaha transportasi yang akan terdampak.
“Sebenarnya, kalau suruh menanggapi saya tidak ada. Apapun putusan tersebut harus diikuti. Namun pertanyaan saya ya itu, apakah MA tahu permasalahan trasnportasi di lapangan, itu saja,” tandasnya.