REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sedang memetakan daerah yang diharap mampu digunakan untuk memproduksi garam. Ini diperlukan karena produksi garam dalam negeri masih jauh dari mencukupi.
Menteri ATR Sofyan Djalil mengatakan, terdapat sekitar 225 hektare lahan baru di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bisa digunakan PT Garam untuk berproduksi. Lahan ini diambil dari tanah terlantar yang sudah siap dipakai oleh PT Garam.
"Di NTT ada beberapa ladang garam atau tanah yang potensi tanah negara. Nah, yang sudah dikerjakan oleh PT Garam adalah 400 hektare yang merupakan tanah masyarakat dan bekerjasama dengan PT Garam," ujar Sofyan Djalil, Rabu (16/8).
Sofyan mengatakan, di NTT masih terdapat lahan lebih dari 10.000 hektare yang bisa digunakan sebagai lahan produksi garam. Ada sekitar 3.750 hektare lahan yang telah menjadi hak guna usaha (HGU) tapi tidak digunakan oleh peminjam lahan. Perusahaan yang meminjam lahan tersebut akan diingatkan agar tanah yang dipinjam bisa digunakan untuk berproduksi. Jika perusahaan ini tidak memutuskan akan berbuat apa untuk lahan tersebut selama satu bulan, maka Kementerian ATR akan mencabut izi HGU-nya.
Sementara sisa lahan lain terpencar di beberapa titik dengan luasan lahan yang berbeda-beda. Namun, jika disatukan lahan tersebut bisa mencapai 10.000 hektare.
"Ada yang 400 hektare, ada yang 80 hektare. Kalau di NTT semuanya bisa didapatkan, mungkin bisa mencapai 10 ribu hektar," kata Sofyan.
Selain di NTT, Kementerian ATR juga telah melakukan identifikasi di sejumlah daerah seperti di Aceh dan di Jeneponto. Di kedua daerah ini terdapat lahan garam yang bisa dimanfaatkan. Namun hingga kini belum ada data spesifik mengenai jumlah lahan di daerah tersebut.