Selasa 15 Aug 2017 10:04 WIB

KKP Jaga Lahan Pesisir untuk Swasembada Garam

Ladang garam, ilustrasi
Ladang garam, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengingatkan pentingnya menjaga ketersediaan lahan pesisir di sejumlah daerah. Lahan itu sebagai sarana memproduksi garam dalam rangka mewujudkan swasembada komoditas tersebut. "Kita bisa swasembada garam asal kita menjaga lahan-lahan pesisir untuk tambak garam," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (14/8).

Menteri Susi juga menuturkan, dalam kunjungan kerjanya ke Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu, dia menemui saudagar garam yang merupakan perantau dari Madura. Sang petambak garam itu, ujar dia, memiliki tambak seluas 1,5 hektare. Padahal sebelumnya sang perantau dari pulau Madura itu mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap.

Namun, lanjutnya, kejelian melihat peluang dan ketekunan telah membuatnya berhasil, terlebih saat ini harga garam semakin membaik. Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengemukakan, pemerintah akan memberikan bantuan untuk membranisasi agar garam yang dihasilkan bersih putih dan bisa digunakan sebagai garam industri.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat setidaknya sejak 1990 impor garam telah dilakukan sebanyak 349.042 ton untuk memenuhi kebutuhan industri serta kelangkaan stok garam akibat dampak dari anomali cuaca.

"Sejak 1990, impor garam telah dilakukan sebanyak 349.092 ton lebih dengan total nilai 16,97 juta dolar AS. Impor terus dilakukan sampai hari ini dengan alasan kelangkaan stok garam sebagai dampak anomali cuaca," kata Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati.

Susan menjelaskan pada Kabinet Pembangunan IV atau Pelita IV, di tengah standardisasi garam iodium, produksi garam rakyat justru melimpah hingga 800 ribu ton sedangkan kebutuhan konsumsi hanya 600 ribu ton.

Melimpahnya garam produksi petambak tidak dapat diserap industri karena tidak memenuhi kriteria kadar Natrium Chlorida (NaCl) pada garam 97 persen sehingga kebutuhan garam industri sejak itu selalu dipasok dari Australia. Pemerintah pun mempermudah impor dengan menerbitkan setidaknya sembilan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri sejak 2004. Yang terbaru, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 justru bertujuan menyederhanakan perizinan impor garam.

Susan juga mengungkapkan bahwa harga garam impor lebih murah sekitar 10 persen dibanding garam lokal sehingga banyak industri garam yang didatangkan dari luar negeri. Untuk itu, ujar dia, harga garam produksi petambak akan sulit bersaing terutama saat musim kemarau basah sudah lewat dan garam impor terdistribusi.

"Selisih garam bisa 10 persen dari harga yang bisa kita produksi. Lumayan tinggi dan sangat jauh sekali perbedaannya dengan impor. Ketika kemarau basah lewat, garam kita akan babak belur di pasaran," kata Susan. Kiara pun mengusulkan pemerintah menetapkan harga pembelian pokok (HPP) sebesar Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per kilogram agar petambak mendapatkan kepastian saat kemarau basah dan panen raya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement