REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Petani tebu di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengaku kesulitan mencari modal untuk masa tanam kali ini, dikarenakan gula mereka tidak laku dijual.
"Kami saat ini tidak mempunyai modal untuk menanam kembali, karena gula kami tak laku di pasaran," kata seorang petani tebu yang juga Wakil Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat, Agus Safari di Cirebon, Sabtu (12/8).
Agus mengatakan para petani sekarang dalam masa sulit, setelah pada tahun 2016 petani merugi akibat anomali cuaca yang ekstrem di tahun 2017 ini malah gula tidak laku. Jadi lanjut Agus, modal yang dibutuhkan petani pun tidak kunjung tercukupi, karena hasil panen mereka di tahun ini gulanya tidak laku dijual.
Menurutnya dalam sekali tanam petani membutuhkan modal yang cukup besar, per hektare lahan butuh modal mencapai Rp 25 juta itu untuk tanam pertama dan kalau hanya menunggu tunasnya kembali tumbuh petani membutuhkan Rp 17 juta.
"Modal tersebut juga belum termasuk sewa lahan, kalau yang tidak mempunyai lahan," tuturnya.
Sementara itu Ketua DPD APTRI Jabar, Dudi Bahrudin menambahkan para petani kesulitan menjual hasil panen mereka, dikarenakan beredarnya gula rafinasi. "Kami melakukan sidak sendiri dan hasilnya ditemukan tertumpuk di gudang banyak gula rafinasi," kata Dudi.
Dudi mengatakan para petani pada musim giling tahun 2017 ini kesulitan menjual hasil panen mereka, dikarenakan tidak laku. Dia menuturkan di Jawa Barat terdapat 10 ribu ton gula yang menumpuk di gudang, ini disebabkan para pedagang tidak mau membeli gula dari petani.
Untuk itu pengurus APTRI mulai dari DPC sampai DPD mencoba mencari tahu alasan kenapa gula rakyat tidak laku di pasaran dengan melakukan sidak ke sejumlah pasar dan gudang. "Ternyata kami temukan gula rafinasi beredar di pasaran dan ada juga yang numpuk di gudang, ini tentunya menyalahi aturan, karena gula rafinasi diperuntukan hanya untuk industri," katanya.