Selasa 08 Aug 2017 22:15 WIB

Muhaimin: Subsidi Pertanian untuk Pertanian Jangan Dihapus

Sejumlah buruh petani tengah menanam benih padi di sawah. (Ilustrasi)
Foto: Mahmud Muhyidin
Sejumlah buruh petani tengah menanam benih padi di sawah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menegaskan subsidi untuk pertanian jangan sampai dihapus karena sektor tersebut bersama-sama dengan kelautan dan perikanan, merupakan tulang punggung kedaulatan pangan. "Bagi PKB, subsidi tidak boleh dihapus buat pertanian," kata Muhaimin Iskandar dalam rilis, Selasa (8/8).

Menurut dia, subsidi layak untuk dipertahankan karena di sejumlah negara yang paling kapitalis saja seperti Amerika Serikat tetap mempertahankan subsidi di sektor pertaniannya. Muhaimin juga mengemukakan bahwa ketika ada wacana petani tebu akan dibebani PPN 10 persen, dia langsung melapor ke Presiden Joko widodo bahwa kebijakan seperti itu akan membuat petani merugi yang juga berarti sama juga negara yang rugi.

Sebagaimana diwartakan, bantuan subsidi seperti untuk penyebaran benih di dalam sektor pertanian masih sangat diperlukan dan tidak perlu dihapus karena bakal berdampak kepada program yang bertujuan menggalakkan kedaulatan pangan di Tanah Air. "Bantuan subsidi benih ini masih dibutuhkan. Petani masih berharap terhadap subsidi ini," kata Ketua Komisi IV DPR Edy Prabowo.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menyatakan subsidi benih juga berperan penting seperti untuk penyangga program desa mandiri. Menurut dia, jika dikatakan alasan pencabutan subsidi karena penyaluran yang tidak terserap dengan baik, maka hal itu dinilai hanya persoalan mekanisme saja.

Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengeritik mekanisme terkait wacana penunjukan langsung penyedia bantuan alat dan mesin pertanian karena dinilai rawan terjadi penyalahgunaan wewenang. "Penunjukan secara langsung hanya dapat dilakukan salah satunya apabila barang yang dibeli merupakan bagian dari penanganan keadaan darurat seperti bencana alam. Alsintan (alat dan mesin pertanian) jelas tidak memenuhi kriteria ini," kata peneliti bidang Perdagangan CIPS Hizkia Respatiadi.

Menurut Hizkia, bila hal tersebut dibiarkan maka akan rawan terjadi penyalahgunaan wewenang yang dapat berujung pada pelanggaran hukum pada proses pengadaan barang dan jasa. Dia mengingatkan bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah harus selalu berpedoman pada peraturan dan ketentuan yang berlaku.

"Sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 tahun 2010 yang telah diubah terakhir kali dengan Perpres No. 4/2015, pengadaan barang seperti alsintan dengan nilai paling tinggi Rp5 miliar paling tidak harus melalui proses Pelelangan Sederhana," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement