Jumat 28 Jul 2017 17:33 WIB

Pemerintah: Redenominasi Rupiah Masih Perlu Kajian Mendalam

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution
Foto: ANTARA
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengatakan, rencana untuk melakukan perubahan atas harga rupiah atau redenominasi memerlukan kajian mendalam. "Sebenarnya tidak tahu ini ditunda atau tidak, tapi mungkin perlu persiapan atau kajian," kata Darmin di Jakarta, Jumat (28/7).

Darmin menjelaskan, rencana redenominasi ini memerlukan masa transisi yang lama, sehingga membutuhkan juga waktu persiapan yang memadai. "Memang perlu masa transisi, dan persiapan itu perlu, tidak otomatis sudah harus ditunda," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan belum akan memprioritaskan pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi ke legislatif. "Saat ini, pemerintah belum berpikiran untuk menyampaikan RUU itu," kata Sri Mulyani ditemui usai diskusi media.

Salah satu alasan pengajuan RUU tentang Redenominasi belum menjadi prioritas adalah masih adanya beberapa pembahasan mengenai revisi UU lain yang sebelumnya telah masuk ke program legislasi nasional. Selain itu, kata Sri Mulyani, pemerintah dalam waktu dekat juga masih akan fokus pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018.

"Saat ini, saya anggap redenominasi tidak kami diskusikan dulu, karena saya lebih fokus pada APBN 2018. Kami akan tunda dulu (redenominasi)," ungkapnya. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menambahkan saat ini BI belum merencanakan upaya lanjutan terkait penerapan redenominasi karena belum ada landasan hukum untuk pelaksanaan program ini.

"Sebelum ada UU, maka akan sulit untuk membuat program yang lebih terencana. Itu kan ada program sosialisasi dan transisi selama tujuh tahun," katanya. Untuk itu, ia mengharapkan pembahasan RUU Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi antara pemerintah dan DPR bisa segera dilakukan. "Yang penting UU-nya harus dibahas di DPR, kalau disetujui kita boleh membuat program yang lebih nyata dan masif."

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement