REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Jakarta International Container Terminal (JICT) memastikan menyiapkan sejumlah langkah antisipasi dengan layanan terbaik kepada seluruh pelanggan, menyusul rencana aksi mogok kerja Serikat Pekerja (JICT) SP JICT pada 3-10 Agustus 2017. Direktur Utama PT JICT Gunta Prabawa menjelaskan, untuk menjamin kelancaran proses kegiatan bongkar muat dan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok, PT JICT telah memiliki rencana darurat (contingency plan), sehingga pelayanan kepada pelanggan diharapkan tetap berjalan secara optimal.
Menurut dia, sesuai dengan intruksi dari Dirjen Perhubungan Laut bahwa JICT juga telah menyiapkan rencana kontijensi guna menjamin kelancaran proses kegiatan bongkar muat dan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok yang menurun, yaitu melakukan langkah-langkah pengalihan layanan pelanggan ke terminal lain di Tanjung Priok. Sementara, untuk menghindari aksi mogok kerja pekerja JICT, katanya, dewan direksi JICT juga telah menyampaikan surat kepada Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Utara untuk melakukan mediasi dengan SP JICT.
"Langkah ini dilakukan kami untuk mencari solusi terbaik kepada seluruh pemangku kepentingan," katanya seperti dinukil dari Antaranews, Jumat (28/7).
Dalam kesempatan ini, direksi JICT menyampaikan keprihatinannya terhadap tindakan SP JICT yang terus memaksakan kehendak. Padahal direksi JICT senantiasa menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan yang berlaku.
Kemudian, Gunta menegaskan, dewan direksi JICT tidak pernah mengingkari kesepakatan sebagaimana dituduhkan oleh SP JICT. Direksi telah memenuhi pembayaran bonus karyawan sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dan telah menjalankan poin-poin kesepakatan di dalam Risalah Rapat pada 9 Mei 2017.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi menilai sikap SP JICT sangat berlebihan. Ditengah situasi ekonomi yang sedang melambat saat ini, aksi mogok yang dilakukan pekerja justru akan memperburuk situasi. Apalagi tuntutan kesejahteraan yang disuarakan pekerja sudah dibayarkan perusahaan.
"Selama ini sudut pandang pekerja selalu pengen gaji tinggi, kerja ringan. Seharusnya pekerja memikirkan gimana caranya menaikkan produktivitas perusahaan, bukan justru menghancurkan perusahaan di tengah kondisi pasar yang lagi sulit," ujar Sularsi, saat dihubungi wartawan, Jumat (27/6).