REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah diminta waspada atas kinerja ekspor-impor Indonesia pada Juni 2017 yang angka impornya menurun lebih tajam dibanding ekpsornya. Meski surplus perdagangan tetap terjadi, namun penurunan impor memberikan sinyal rendahnya daya beli di dalam negeri.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) M Faisal menilai kinerja perdagangan pada Juni 2017 terbilang tidak sehat lantaran penurunan nilai impor jauh lebih tajam. Sebelumnya kalangan ekonom sempat memperkirakan penurunan impor lebih karena penurunan permintaan barang konsumsi lantaran pola tahunan di mana pascalebaran memang biasanya konsumsi menurun.
"Tetapi ternyata penurunan impor yang terbesar bukan pada barang konsumsi, tapi dari bahan baku/penolong dan barang modal. Ini kurang sehat karena berarti industri di dalam negeri sedang menahan aktivitasnya, bukan melakukan ekspansi," jelas Faisal, Senin (17/7).
Sementara itu, Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menambahkan bahwa penurunan nilai ekspor pada Juni 2017 lebih karena faktor penurunan harga komoditas yang belum pulih sepenuhnya. Hanya saja, menurutnya, penurunan impor bahan baku dan barang modal perlu diwaspadai.
Eric menilai bahwa penurunan impor bisa saja terjadi karena selama periode Ramadhan, ada kecenderungan industri mengerem pembelian mesin dan peralatan mekanik, serta pembayaran listrik. Pembelian mesin produksi biasanya sudah dilakukan di bulan-bulan sebelumnya. Hal ini membuat aktivitas produksi di peiode Ramadhan hingga Lebaran biasanya lebih rendah dibandingkan bulan-bulan lain karena faktor musiman.
"Tapi kita mesti cermati juga apakah penurunan impor ini akan berlanjut pada bulan-bulan selanjutnya. Kalau iya ini bisa jadi indikasi perlambatan produksi dan investasi. Tapi kalau ini hanya sementara, berarti memang karena tren musiman," kata Eric.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya merilis, kinerja perdagangan (ekspor-impor) Indonesia pada Juni 2017 kembali mencatatkan surplus, melanjutnya tren surplus neraca dagang yang sudah terjadi sejak akhir 2016 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, surplus perdagangan pada Juni 2017 tercatat sebesar 1,63 miliar dolar AS.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan bahwa capaian positif kinerja perdagangan ini bisa berlanjut hingga akhir tahun 2017, melihat tren perbaikan yang terus terjadi. Sementara itu, secara kumulatif sejak Januari hingga Juni 2017, nilai surplus perdagangan Indonesia tercatat 7,63 miliar dolar AS. Suhariyanto menyebutkan, angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2012 lalu di mana nilai surplus sempat tembus 15 dolar AS.
Lebih rinci lagi, kinerja surplus bisa dicapai dengan nilai ekspor Indonesia pada Juni lalu sebesar 11,64 miliar dolar AS dan impornya sebesar 10,01 miliar dolar AS. Raihan kinerja ekspor dan impor pada Juni 2017 sebetulnya mengalami penurunan dibanding capaiannya pada Mei 2017 atau bahkan bila dibandingkan Juni tahun lalu.
Nilai ekspor Juni 2017 mengalami penurunan 18,82 persen dibanding Mei 2017 dan turun 11,82 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara nilai impornya juga menurun sebesar 27,27 persen dibanding Mei 2017 dan turun 17,21 persen dibanding Juni 2017. N Sapto Andika