REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat penjualan produk tekstil di pasar domestik mengalami kelesuan dalam lima tahun terakhir. Puncaknya, kata dia, terjadi pada kurtal kedua 2017 di mana terjadi penurunan 30 persen dibanding kuartal pertama lalu.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, tahun-tahun sebelumnya permintaan akan produk tekstil meningkat signifikan jelang Idul Fitri. Hal itu secara kasat mata dapat dilihat dari padatnya volume kendaraan yang menuju Pusat Grosir Tanah Abang jelang Ramadhan.
Namun, menurut Ade, sejak beberapa tahun terakhir peningkatan permintaan itu semakin berkurang. Pada kuartal kedua 2016 lalu, di mana terdapat momen Idul Fitri, masih ada kenaikan permintaan produk tekstil sebesar 10 persen. Namun, di kuartal kedua 2017, justru permintaan anjlok sangat dalam ke angka 30 persen.
"Ini Lebaran terburuk selama 30 tahun terakhir," kata Ade, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/8). "Menyamai angka tahun kemarin saja tidak, tapi malah turun 30 persen," ujarnya lagi.
Adapun angka penjualan produk tekstil di pasar domestik pada kuartal pertama 2017 tercatat mengalami penurunan sebanyak 3 persen.
Ade memprediksi penurunan itu disebabkan adanya kenaikan harga tarif dasar listrik yang membuat masyarakat mengalihkan dananya untuk keperluan tersebut. Karenanya, ia berharap pemerintah dapat memberikan stimulus pada industri tekstil dengan memberikan kepastian soal harga-harga energi.
Selain itu, Ade juga berharap pemerintah membenahi kebijakan fiskalnya, terutama terkait perpajakan. Sebab, ia memandang selama ini Dirjen Pajak hanya gencar mencari pajak dari industri hulu, tapi tidak ke industri ritel.