Rabu 21 Jun 2017 15:00 WIB

Pemerintah Siapkan Opsi Tutupi Defisit BPJS Kesehatan

Rep: Kabul Astuti/ Red: Nidia Zuraya
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali membahas opsi pengendalian defisit keuangan DJS Program JKN-KIS atau BPJS Kesehatan. Penguatan peran pemerintah daerah lewat sepuluh persen anggaran kesehatan daerah menjadi opsi yang paling mungkin dilakukan.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani usai Rakor Tingkat Menteri (RTM) di Kantor Kemenko PMK mengungkapkan peran pemerintah daerah terkait pembiayaan dana kapitasi peserta JKN – KIS di daerah mereka masing-masing akan ditingkatkan untuk menekan defisit.

"Saya meminta dikaji opsi-opsi bagaimana mengendalikan defisit BPJS ini dengan sistem gotong royong, bukan hanya gotong royong iuran dari non PBI (Penerima Bantuan Iuran) tapi peran pemda yang ada di 34 provinsi di 531 kabupaten/kota," kata Puan Maharani, Rabu (21/6).

Puan meminta pemerintah daerah mengalokasikan sebagian dari sepuluh persen anggaran kesehatan untuk menutup biaya pelayanan kesehatan BPJS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Mekanisme ini diharapkan bisa menjadikan pembayaran reimburse BPJS tepat waktu sehingga tidak ada lagi komplain dari rumah sakit dan masyarakat.

Puan menambahkan, dengan perbaikan layanan ini juga diharapkan masyarakat memperoleh obat-obatan sesuai yang diharapkan dan tepat waktu. Ia meminta Kementerian Kesehatan melakukan sinergi dengan BPJS sehingga ke depan penyediaan obat-obatan untuk pasien BPJS tidak mendapatkan keluhan dari masyarakat.

"Saya juga minta kepada Dirut BPJS bisa memberikan evaluasi terkait kinerja BPJS dari waktu ke waktu sehingga pelayanannya bisa kita lihat apakah meningkat atau ada kekurangan sehingga bisa dibenahi," ujar Menko PMK. Ia berharap ke depan BPJS bisa memberikan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu, ditambah berbagai layanan promotif dan preventif.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menerangkan selama ini pemerintah pusat menutup tagihan atau hutang dari pemerintah daerah ke BPJS dengan mekanisme dana transfer ke daerah. Menurut Mardiasmo, mekanisme ini dilakukan untuk mendisiplinkan pemerintah daerah.

"Secara total menurut aturan kan 10 persen dari APBD itu untuk belanja kesehatan. Nah, dari 10 persen ini kita atur supaya ada sebagian yang untuk fungsi bpjs kesehatan. Kalau memang ada kekurangan, ya tugasnya pemerintah pusat memberikan dana transfer ke daerah," kata Mardiasmo.

Penguatan peran pemerintah daerah juga menjadi salah satu dari 27 skenario pengendalian defisit BPJS yang sempat mengemuka pada rapat koordinasi akhir Maret 2017 lalu. Terkait opsi lainnya seperti kenaikan tarif, Wakil Menteri Keuangan ini menyatakan sampai saat ini belum ada wacana soal kenaikan tarif iuran BPJS.

Diketahui, jumlah pemasukan dana jaminan sosial program JKN KIS terus mengalami defisit sejak pertama kali diluncurkan pada 2014. Pemerintah berencana mengambil langkah pengendalian untuk mengatasi defisit jaminan kesehatan agar tidak semakin membengkak.

Di tahun 2014 defisit yang terjadi mencapai Rp 3,3 triliun, di tahun 2015 menjadi Rp 5,7 triliun, dan di tahun 2016 silam melonjak sebesar Rp 9,7 triliun. Pada 2019, saat populasi Indonesia diperkirakan mencapai 268,2 juta jiwa, jumlah kepesertaan jaminan kesehatan nasional dari Peserta Bantuan Iuran (PBI) bisa sebesar 107,2 juta jiwa dan peserta non PBI mencapai 147,6 juta jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement